Complete
Chapter 1 – Misunderstood
[—My heart used to think that it would be okay to be alone like a fool. But I met you.]
.
.
Mataku terpejam sempurna, namun di antara kegelapan yang menghantuiku, bayangmu masih dapat kulihat dengan jelas.
“Kyuhyun-ssi?”
Senyum yang jarang kau perlihatkan, tatapan dingin yang selalu kau jadikan andalan, wajahmu yang sempurna tanpa cacat, aroma vanilla dari tubuhmu yang menenangkan, kehangatan yang kau berikan tanpa sadar.
Semua itu berkelebat dalam benakku secara spontan.
Aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu…
“Cho Kyuhyun-ssi!”
Tak bisakah kau berhenti memandangnya dan berpaling padaku yang sudah pasti akan membalas cintamu?
Mungkin aku bukanlah orang yang paling tepat untuk disandingkan denganmu. Kau melewati batas sempurna yang orang katakan hanyalah sebuah kata ambigu. Bagiku, kau adalah refleksi nyata dari malaikat yang sama sekali tak ternoda. Begitu menyilaukan, begitu sulit diraih dengan jangkauan.
Tapi aku tahu, untukku, kau adalah orang yang tepat.
BRAK
“YA! CHO KYUHYUN!”
#
Yesung tertawa lepas setelah mereka keluar dari ruang musik—mengabaikan Kyuhyun yang cemberut karena merasa dipermalukan. Tangannya mengusap pelan bagian atas kepalanya, jitakan yang baru saja mendarat di sana benar-benar dahsyat.
“Dia mengerikan.”
“Salahmu sendiri tertidur dan susah dibangunkan.”
Kaki keduanya berhenti melangkah, duduk di bangku yang tersedia di koridor sekolah seraya memperhatikan lapangan. “Aku tidak tertidur, Hyung. Hanya melamun dengan mata terpejam,” koreksi yang lebih muda tak terima. Rasa sakit di kepalanya masih belum hilang.
Mereka terdiam beberapa saat kemudian, membiarkan suara keramaian khas sekolahan menemani kegiatan membuang waktu yang keduanya lakukan. Kyuhyun menoleh, memandang Yesung setelah yakin semburat merah muda di wajahnya telah tak terlihat. “Apa dia memang sedingin itu?”
Sunbae-nya itu mengerjap, bingung sesaat tentang dia yang Kyuhyun bicarakan. “Sungmin-a, maksudmu?” terkanya mengingat namja yang menjitak kepala dongsaeng tirinya tadi. “Tentu saja tidak. Dia manis dan sangat menyenangkan,” lanjutnya antusias.
Haha, tentu saja, batin Kyuhyun malas. Ia mengayunkan kakinya yang tak menyentuh tanah, sedangkan arah pandangan matanya lurus ke depan—entah memperhatikan apa. Namun setelah sepasang mata itu menangkap sosok mungil bersurai platinum blonde di koridor seberang lapangan, pandangan matanya berubah hidup seketika.
Tanpa sadar Kyuhyun bangkit dari duduknya, nyaris beranjak dan menghampiri sosok itu jika saja ia tak ingat bahwa mereka tak dekat, tak memiliki urusan, tak punya topik pembicaraan, tak terlalu saling mengenal, dan tak… apalagi?
Yesung mengernyit melihat dongsaeng-nya yang kembali terduduk lesu. Meski ia ingin bertanya, melihat aura Kyuhyun yang tak menyenangkan berhasil menyebabkannya memilih bungkam.
#
Rasanya seperti… seperti apa? Aku bahkan tak bisa mengungkapkannya lewat kata-kata.
“Sungmin-a, bisa temani aku ke toko buku pulang sekolah nanti?”
“Tentu saja, Hyung!”
Tatapan dingin yang selalu kau pamerkan lenyap seketika tiap kali kau berbincang dengannya. Hanya dengannya. Kau bahkan tak sudi memandang lawan bicaramu yang lain lebih dari semenit, tapi mengapa dia begitu spesial?
Kenapa di matamu hanya dia yang begitu berbeda?
Pemilik nama Sungmin itu tersenyum manis—hal yang luar biasa jarang ia lakukan. Senyuman di wajahnya semakin lebar saja ketika helai rambut di kepalanya diacak oleh tangan namja yang kini bersamanya. Ia bahkan tak peduli jika rambutnya berantakan.
“Aku akan menunggumu di pintu gerbang, dan usahakan jangan terlalu lama, ne?”
“Kau tahu aku orang yang sangat tepat waktu.”
Pipinya menggembung sebagai pertanda bahwa ia merajuk—aegyo spontan alaminya berhasil meluluhkan hati siapa pun yang melihat. Kulit wajahnya memerah ketika melihat namja di hadapannya melemparkan senyum hangat, kemudian mencubit pipinya penuh kasih sayang.
“Jangan memperlakukanku seperti anak kecil, Hyung,” gumamnya pelan. Kepalanya ia tundukkan, menutupi rona di wajahnya yang kini menghias. Ia tak sadar betapa seseorang yang kini memperhatikannya dari jauh tengah dilanda dilema tingkat tak terbayang.
Kau tidak boleh menatapnya seperti itu. Jangan tersipu karena senyumannya. Jangan melihatnya dengan pancaran sinar penuh harapan. Jangan menghancurkan hatiku yang kini tak tahu harus berbuat apa.
“Aku akan melihatmu sebagai adik kecilku selamanya, Sungmin-a,” balas sosok itu tenang. Kembali ia letakkan tangannya di atas kepala Sungmin, sebelum akhirnya pemuda lebih pendek darinya itu menepis tangannya pelan.
“Yesung-hyung!” Sungmin berseru tak terima. “Aku hanya setahun lebih muda darimu!”
Tawa tertahan Yesung menyebabkan Sungmin merasa dipermainkan. Namja Lee itu menarik syal yang Yesung kenakan, menipiskan jarak yang ada sebelum akhirnya mempertemukan bibir mereka dengan kecupan singkat.
Yang lebih tua terpaku sesaat. “Su-Sungmin-a?” bisiknya tak percaya. Sedangkan di depan matanya, si pelaku tampak tak merasa melakukan apa pun juga. Sungmin kembali menarik syal rajut Yesung yang tahun lalu ia berikan, kali ini membisikkan sesuatu di telinga namja yang sejak dulu telah ia kenal.
—Dan tanpa sadar mematahkan hati seseorang yang jatuh terduduk di balik sebuah pohon besar.
#
“Cho Kyuhyun?”
“Panggil aku Kyuhyun jika kau tidak keberatan.”
Lee Sungmin mendudukkan dirinya di ayunan sebelah Kyuhyun yang masih menggunakan seragam sekolah lengkap. Ia baru saja pulang ke rumahnya setelah menemani Yesung ke toko buku, dan kini bertemu dengan pemuda yang ia jitak kepalanya tadi pagi—dalam perjalanan pergi ke supermarket untuk mencari camilan.
Mereka sedang berada di taman kota sekarang. Angin sepoi membelai surai berwarna tolak belakang keduanya, sedangkan matahari tertutupi oleh awan. Sungmin tak tahu apa yang membuatnya membatalkan niat mencari camilan dan memilih untuk menemani Kyuhyun. Tapi ketika melihat raut wajah putus asa teman seangkatannya itu, rasa simpati menahannya untuk tetap berada di sini sekarang.
Kyuhyun dan Sungmin memang tidak terlalu akrab meski berada di satu angkatan dan mengikuti klub sekolah yang sama; musik. Interaksi mereka nyaris tak ada selain kejadian jitakan Sungmin tadi pagi—di luar kontrolnya. Dan lagipula, kepribadian keduanya amat kontras.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya si pemilik surai blonde. Mungkin dia akan melemparkan pertanyaan yang sama padaku, pikirnya. Sungmin mengeratkan jaket yang ia kenakan, Seoul di awal musim dingin saja sudah cukup keterlaluan.
“Aku sedang patah hati,” jawab Kyuhyun di luar perkiraan. Lelaki bersurai ikal itu meringis mendapati tatapan datar yang Sungmin tujukan pada dirinya. “Aku serius.”
Sungmin menghela napas. Patah hati, ya? Ternyata bukan hanya dia namja yang bisa merenung dikarenakan patah hati. Tubuhnya menegang ketika mendengar Kyuhyun kembali bersuara, “Orang yang kucintai sepertinya mencintai orang lain.” Dengan nada yang sungguh menyedihkan.
Ia mendengus dalam diam. Dia berani bilang mencintai, bukan menyukai, pikirnya lagi. “Kau itu… tipe orang yang mau bercerita dengan orang tak dikenal, ya?” respon Sungmin tanpa berpikir panjang. Sikap dinginnya entah mengapa hanya dapat dicairkan oleh satu orang; Yesung.
Kyuhyun berekspresi layaknya hewan terluka yang butuh perhatian—Sungmin tak dapat mengatakan bahwa ia berubah pikiran karena tak tega, ia malah ingin muntah—lalu menghela napas. “Dengarkan dulu…”
Memilih untuk mengalah, Sungmin menyuruh teman satu klubnya itu untuk melanjutkan. “Aku jatuh cinta padanya sejak pertama kali masuk sekolah,” ujar Kyuhyun memulai ceritanya. “Sampai sekarang, atau mungkin selamanya,” tambahnya lagi. “Tapi dia mencintai saudaraku, dan tadi siang aku melihat mereka berciuman…
—di depan mataku.”
Menahan napas adalah hal yang Sungmin lakukan. Ia dapat merasakan hatinya berdenyut sakit mendengar kata demi kata yang Kyuhyun lontarkan. “Kau benar-benar—“ Jeda. Ia menoleh, masih dengan wajah minim ekspresinya. “—menyedihkan.”
Si namja Cho tertawa pelan. “Memang,” tandasnya tenang. “Tapi aku takkan menyerah,” sambungnya seraya mengayun ayunan yang ia duduki menggunakan kakinya yang panjang.
Sungmin menatap pemuda di sebelahnya dalam diam, kemudian memutuskan untuk mengeluarkan suaranya yang berharga. “Masih banyak orang lain,” ucapnya tanpa maksud tertentu. Ia memberanikan diri menghujam manik hitam kelam Kyuhyun dengan matanya. “Yeah, itu nasihat dari sesama orang yang sedang patah hati.”
Mata Kyuhyun membulat mendengar kalimat yang Sungmin ucapkan—mungkin saja ia salah dengar. “Maksudmu kau juga… patah hati?” terkanya penuh keterkejutan. Bagaimana bisa…?
“Biasa saja.” Sungmin mengangkat bahunya ringan. “Sama denganmu, orang yang kusukai mencintai orang lain. Aku juga baru mengetahuinya hari ini.” Ia bangkit, mengeluarkan beberapa keping uang logam dan memasukkannya ke mesin minuman beberapa langkah dari mereka. Setelah mendapatkan dua kaleng kopi, Sungmin kembali pada tempatnya semula. “Tapi jadi temannya mungkin tidak buruk.”
Kyuhyun mengerjap mendapati sekaleng kopi yang Sungmin tawarkan padanya. Meski bingung, ia meraih minuman itu setelah mengucapkan terima kasih. “Cheers,” sahut yang lebih mungil—tangannya yang menggenggam kaleng terulur. “Sebagai sesama namja yang sedang patah hati,” jelasnya sejurus kemudian.
Yang lebih tinggi tersenyum kecil, agak dipaksakan. “Cheers.”
Keheningan menghampiri setelahnya. Kyuhyun mencuri pandang sesekali, hingga akhirnya tak sanggup membendung berbagai pertanyaan yang ada. “Sungmin-ssi?” panggilnya tak yakin. “Boleh aku tahu apa hubunganmu dengan Yesung-hyung?” tanyanya pelan.
Sungmin tersentak. Ia bergeming dalam posisinya. “Maaf, tapi dia teman kecilku,” jawabnya dengan sorot pandangan tak terartikan. “Juga cinta pertamaku.”
Kyuhyun tak mengerti mengapa Sungmin berkata maaf. Tapi ia mengerti bahwa hatinya telah retak.
#
“Hyung…”
Yesung tak berani menolak pelukan yang Kyuhyun berikan. Ia sama sekali tidak keberatan, sebenarnya—asal dongsaeng-nya itu tidak memeluknya erat di koridor sekolahan.
“Kyuhyun-a, waeyo?” Tangannya ia jadikan tumpuan pada dinding, persis seperti orang bodoh karena tak tahu harus berbuat apa; Kyuhyun memeluknya dari belakang, sehingga ia tak tahu di mana tangannya harus ia tempatkan. “Kau menjadikan kita pusat perhatian, asal kau tahu,” sambungnya dengan bisikan.
Tanpa rasa bersalah, Kyuhyun semakin mengeratkan pelukannya. Ia butuh Yesung. Meski kemungkinan besar Yesung adalah orang yang dicintai oleh orang yang ia cintai, Kyuhyun tetap membutuhkan Yesung.
“Aku patah hati, Hyung,” adu sang nam-dongsaeng pelan. Yesung menuntun adiknya yang masih memeluknya dari belakang itu untuk berjalan menjauhi keramaian. “Jangan tanya siapa yang membuatku patah hati.”
Si pemilik surai red-wine mengerlingkan matanya. “Memangnya kenapa?” Ia menghentikan langkah setelah sampai di koridor yang nyaris tak dihuni siswa, menghela napas lega—setidaknya reputasi yang telah ia bangun selama ini tidak boleh hancur berantakan.
“Tidak akan mengubah segalanya jika kau tahu namanya.”
“Terus, maumu?”
Kyuhyun baru saja mau melepaskan pelukannya pada Yesung ketika mendengar suara hyung-nya itu menyerukan nama Sungmin—namun hal yang ia lakukan bertolak belakang, pelukannya semakin erat saja. Ia tak mengerti kenapa. Bisa saja Sungmin marah padanya dan mengira bahwa mereka menyukai orang yang sama.
“Hyung-a? Dan… Kyuhyun?”
Sungmin bingung mendapati posisi keduanya. Tetapi beberapa detik setelahnya, pandangan matanya meredup dan ekspresinya tak sebaik sebelumnya. “Ada apa?”
Yesung agak terkejut melihat perubahan itu. Tak pernah sekali pun Sungmin bersikap dingin padanya. “Sungmin-a? Kau ada masalah?” Teman kecilnya itu menggelengkan kepala, lalu berlalu tanpa mengucapkan sepatah kata.
Nah, siapakah prioritas Yesung sekarang?
“Kyu-ah? Aku bisa mati sesak jika begini caranya.” Ia melepaskan pelukan Kyuhyun perlahan, menatap lembut adiknya yang kacau. “Aigoo… kenapa dua dongsaeng kesayanganku harus punya masalah di saat yang bersamaan?” monolognya tanpa sadar.
Alih-alih menanggapi, Kyuhyun bertanya, “Hyung, kau pernah jatuh cinta?” Yang menyebabkan Yesung menganga. “Tapi aku tidak heran, sih, kalau kau belum pernah merasakannya,” lanjut yang lebih muda dengan nada meremehkan.
“Pernah atau tidak juga sama saja,” kata Yesung memilih kalem. “Aku tidak punya banyak waktu. Bel akan berbunyi sebentar lagi, sedangkan Sungmin belum sempat kutemui. Jadi, dengarkan aku.” Kakaknya itu menarik napas, lalu menghembuskannya. “Jatuh cinta tak seindah yang kau bayangkan, dan patah hati tidak seburuk yang kau rasakan, menurutku.”
Yesung melirik ke arah atas dan kanan, agak bingung dengan pemilihan kata yang ia gunakan. “Jika kau benar-benar mencintainya, kau hanya perlu terus mengejarnya, tak peduli harus patah hati beribu kali, karena… yah, tentu saja karena kau mencintainya.” Senyum pemilik suara merdu itu merekah. “Sesimpel itu.”
Kemudian, yang Kyuhyun dapati hanyalah punggung Yesung yang berlari meninggalkannya.
#
Sungmin terus melangkah. Entah ke mana, ia tak peduli.
Ternyata patah hati itu memang buruk.
Pintu perpustakaan yang terbuka lebar seolah mengundangnya untuk masuk, dan Sungmin memilih untuk menenangkan dirinya di sana. Ia tak tahu menenangkan apa, kenapa, dan karena siapa. Ia hanya merasa tak tenang. Dadanya sesak. Ada yang aneh di dalam sana.
Rasanya menyebalkan.
“Sungmin-a?”
Ia menolehkan kepala dan mendapati Yesung berdiri di ambang pintu. Sungmin tak mengerti kenapa ia tergoda untuk menghindari pemuda itu. Ia benar-benar tak tahu. Tiba-tiba saja semuanya terasa ganjil, terasa salah.
Setiap orang mempunyai cara masing-masing ketika sedang merasa kesal. Dan untuk Sungmin yang jarang memperlihatkan apa yang ia rasa, biasanya ia akan…
BRUK
“Hiks…”
Yesung panik seketika. Terakhir kali ia melihat Sungmin menangis adalah delapan tahun lalu—ketika namja aegyo itu bertengkar dengannya dan kesal sendiri. Tangannya membalas pelukan Sungmin lembut, bertanya ‘ada apa?’ namun sama sekali tak dihiraukan.
Setahunya, Sungmin hanya menangis ketika merasa kesal mencapai taraf bahaya. Tapi siapa yang berani membuat Sungmin kesal, padahal hoobae-nya itu hanya memiliki sedikit teman selama di sekolah? Yesung memejamkan mata bingung, atau jangan-jangan…
“Apa salahku, Minnie-ya?”
“Jangan panggil dengan nama itu.”
Sungmin menengadah, memperlihatkan Yesung wajahnya yang berlinang air mata. Ia menyeka kasar air mata pada wajahnya, lalu kembali memeluk Yesung yang memilih untuk bergeming. Bingung kuadrat.
Sedangkan bagi Sungmin, sekarang keadaan sudah kembali benar. Walau masih ada yang kurang, segala hal yang sebelumnya salah kini telah berubah setengahnya. Berkat Yesung. Atau mungkin dia tak rela Yesung dipeluk oleh Kyuhyun tadi?
Kenapa bukan dia?
Dasar makhluk-makhluk tidak peka.
“Aku sudah tidak apa-apa, Hyung.” Sungmin tersenyum manis. “Tapi aku masih mau sendiri. Hyung masuk ke kelas saja, ya?” pintanya dengan puppy-eyes tak terkalahkan. Yesung masih tak mengerti. Masih penasaran. Masih belum menemukan jalan keluar.
“Ba-baiklah. Aku akan langsung mencarimu sepulang sekolah nanti. Arra?”
Sungmin mengangguk patuh, kemudian langsung duduk di salah satu kursi setelah Yesung menghilang dari pandangan. Orang yang ia cintai mencintai orang yang ia anggap kakak kandungnya merangkap cinta pertamanya. Namun Sungmin tak yakin ia bisa hidup tanpa Yesung, karena ia mencintai namja itu. Cinta yang lain, tak sama seperti beberapa tahun lalu.
Kurang rumit apa?
“Cho Kyuhyun pabo.”
ToBeContinue
Credit title: Girls’ Generation/SNSD’s First Album – Girls’ Generation; Complete
Credit quote: Girls’ Generation/SNSD’s Fourth Album – I Got A Boy; Baby Maybe
#조규현생일축하해요 #HappyKyuDay #GaemGyuDay
unn bingung eoh ??
akhhh..tp ini menarik , lanjut ch 2 ^^
Intinya Min sama Kyu sama-sama suka, tapi mereka saling salah paham><
Gomawo Unnie~~~