High School Series: Memories [Chapter 1]

High School Series: Memories

Track 1Just Once [SJ’s Kyuhyun]

[Do you know about my clumsy love? As I see you turn away, I can’t say anything.]

.

.

Ia tidak pernah pulang ke rumahnya sejak dua tahun lalu. Baginya, sekolah ini adalah rumah barunya—bukan karena hari-hari di sekolahnya sangat menyenangkan, melainkan karena rumah aslinya adalah tempat yang jauh lebih buruk daripada sekolah.

Sebenarnya bangunan rumahnya jauh lebih segalanya. Kamar pribadinya pun tak dapat dibandingkan dengan kamarnya di asrama. Lee Sungmin hanya tidak menyukai orang-orang yang berada di dalam rumah aslinya; para pelayan yang selalu tersenyum palsu, supir dan butler yang gagal berusaha ramah, atau ayahnya yang terus-menerus menekan dirinya agar menjadi sempurna.

Padahal semua orang pun tahu, bahwa di dunia ini kata sempurna hanyalah sebatas kata.

Oppa? Kau tidak mendengarkanku? Aish.”

Sungmin mengerjap ketika tangan mungil adiknya melambai di hadapan wajahnya. Seraya menepis tangan halus di depan matanya, ia menarik selimut untuk menutupi wajahnya. Demi Tuhan ia baru saja bangun—tapi adiknya tanpa mengetuk pintu langsung masuk dan menghadiahinya dengan beribu kata yang tak sempat ia proses akibat rasa kantuk diambang batas.

Dan sekedar peringatan, seharusnya adiknya tahu bahwa kamarnya berada di asrama khusus murid laki-laki.

“Diamlah, Soonkyu. Kau menggangguku.”

Dua menit kemudian, Sungmin mendapati selimut kesayangannya ditarik dan segelas air dingin membasahi wajah manisnya.

#

“Itu Lee Sungmin-sunbae, bukan?”

“Aku tak yakin dia lelaki tulen. Ia tak kalah manis dari adiknya.”

“Kudengar keluarganya pemilik salah satu perusahaan terkenal yang licik.”

Sungmin menganggap semua bisikan yang ditujukan padanya sebagai angin lalu. Lagipula, orang-orang itu sepertinya sengaja menguatkan suara mereka agar pembicaraan mengenai dirinya itu terdengar sampai telinganya. Dan seperti yang Yesung katakan, tak ada bisikan sekuat yang orang-orang itu lakukan.

Ia sudah biasa. Ia harus terbiasa. Sejak memutuskan untuk berhenti home-schooling dan masuk ke sekolah umum, Sungmin sudah menyiapkan mental agar kebal terhadap seluruh gosip yang ditujukan padanya dan keluarganya.

Baginya, selama bukan Soonkyu yang menjadi bahan pembicaraan, Sungmin akan berlaku seolah tak terjadi apa-apa. Adiknya tak tahu apapun mengenai semua gosip yang ada. Adiknya tak patut dicerca akibat nama keluarga mereka yang terkenal akan melakukan segala cara demi kelancaran bisnis perusahaan.

Semua akan ditanggungnya seorang diri, seperti biasanya.

Setelah mengetuk ruangan guru konseling beberapa kali, Sungmin membuka pintu dan melangkahkan kakinya masuk. Ia dapat melihat sebuah papan nama bertuliskan Kim Jongwoon di sana. Sungmin tak peduli—ia sudah hafal keadaan ruangan ini seperti ia hafal keadaan kamarnya.

“Jadi, jika anak-anak itu kembali mengerjaimu, laporkan saja padaku, ne?”

Mendengar suara bariton itu adalah salah satu hal favoritnya. Sungmin tak mengerti mengapa hanya dengan mendengar suara itu hatinya terasa lebih hangat. Ia lebih memilih berdiri selangkah di depan pintu dan menunggu si guru konseling selesai berbincang dengan seorang murid yang tak ia ketahui namanya.

Sungmin dapat melihat murid itu mengangguk dan berdiri dari duduknya. Mata yeoja itu sedikit terbelalak mendapati dirinya tengah berdiri santai di depan pintu dan tersenyum kecil. Seraya menundukkan kepala sopan, sang gadis bergegas keluar dari ruangan dalam diam.

“Datang lagi, Sungmin-a?”

Si guru konseling tersenyum hangat. Sungmin mengangkat bahunya ringan. “Seperti yang kau lihat, Hyung.” Ia menarik kursi di hadapan meja sang guru, lalu mendudukinya tanpa diminta.

Yang dipanggil hyung memiringkan kepalanya penuh tanya. Sungmin selalu datang ke ruangannya setiap hari meski tak terlibat masalah atau memiliki hal yang ingin dirundingkan. Yesung—si guru konseling—tak pernah keberatan. Namun sekian lama Sungmin menjadi ‘pelanggan’ setianya, jarang sekali ia melihat wajah namja itu kesal seperti sekarang.

“Soonkyu menyiramku dengan air pagi ini,” jelas Sungmin tanpa diminta. Tak ayal, Yesung tertawa pelan. “Dia datang ke asrama lelaki, masuk ke kamarku, membangunkanku, lalu bercerita tentang entah siapa hingga kepalaku sakit, setelah itu menyiramku hanya karena aku berkata dia berisik.”

Yesung menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, memasang ekspresi kagum yang berlebihan. “Aku tak menyangka kalian seakur itu,” candanya mengundang tatapan tajam Sungmin. “Maksudku, dia mau bercerita padamu dan membangunkanmu. Bukankah hal seperti itu menyenangkan?”

Sungmin memutar bola matanya imajinatif. “Jika dia mau membangunkanku baik-baik, lalu bercerita perlahan, mungkin menyenangkan,” cibirnya tak acuh. Sungmin meraih cangkir berisikan teh hangat milik Yesung, lalu meminumnya tanpa izin.

“Kau harus belajar menghargai gurumu, Sungmin-a,” ujar Yesung tak habis pikir. “Kita memang… saudara. Tapi aku tetap gurumu. Dan ini di sekolah,” tambahnya lagi. Ia tak sadar ekspresi Sungmin berubah datar ketika meletakkan cangkir itu pada tempat semula.

“Aku adik kandungmu,” koreksi Sungmin tegas. Ada kilatan luka di pandangan matanya—menyebabkan Yesung memilih bungkam. Ia bangkit dari duduknya, lalu meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata apapun; juga mengabaikan Yesung yang memanggil namanya beberapa kali hingga tak lagi terdengar.

#

“Dia bilang aku saudaranya.”

Cho Kyuhyun mendengar bisikan lirih Sungmin yang berbaring di sebelahnya. Mereka sedang membolos di atap sekolah dan memandangi langit yang tebentang luas—kebiasaan yang mereka lakukan jika sedang tak berniat mengikuti pelajaran. Ia menunggu Sungmin melanjutkan perkataannya, mencuri pandang sesekali untuk memastikan raut wajah sunbae yang juga teman kecilnya.

“Aku akan bersyukur jika dia sekedar saudaraku, sungguh,” lanjut yang lebih tua nyaris tak terdengar. Kyuhyun yakin Sungmin ingin menangis, namun ditahan mati-matian. “Dengan begitu aku takkan merasa bersalah karena…”

Kyuhyun menahan napas dan memejamkan mata. Ia tahu apa yang akan Sungmin katakan.

“…karena aku mencintainya.”

Angin berhembus pelan, mengacak surai halus keduanya hingga tak serapi awalnya. “Tapi aku adik kandungnya, Kyu. Aku adik sedarahnya. Kami memiliki orang tua yang sama—dulu. Kau tahu itu.”

Sungmin mengusap setetes air matanya dengan kasar. Ia tak sudi menangis demi keluarganya, terutama orang tua kandungnya. Tidak setelah apa yang mereka lakukan hingga menyebabkan dirinya dan Yesung harus berpisah.

“Semuanya akan jauh lebih mudah jika aku jatuh cinta dengan Sunny.” Sungmin menghela napas pasrah. “Dia bukan saudara sedarahku, dan dia yeoja.” Telapak tangannya ia letakkan di atas wajah, mencoba menghalau sinar matahari yang menyilaukan.

Di sisinya, Kyuhyun tersenyum sendu. Akan lebih mudah lagi jika kau jatuh cinta padaku, Hyung, batinnya dalam hati. Ia mengangkat lengannya yang menjadi tumpuan kepala Sungmin, menarik namja itu ke dalam pelukannya. Dan seperti biasa, Sungmin tak pernah menolak.

Kyuhyun ingat betapa seringnya ia menangis dulu, juga betapa seringnya Sungmin menghiburnya. Dan sepanjang ingatannya, sebelum terjadi perpecahan di keluarga Sungmin, Kyuhyun yakin hyung-nya itu tak pernah menangis meski terjatuh dari rumah pohon setingga tiga meter milik mereka.

Ia ingat hari di mana ia pertama kali melihat Sungmin menangis. Sungmin tak menangis ketika ayah dan ibunya bercerai—tapi Sungmin menangis ketika ia harus berpisah dengan hyung tercintanya karena kesepakatan orang tua mereka.

Saat itu, Kyuhyun hanya dapat menepuk kepala Sungmin yang berada dalam pelukan Yesung. Ia tak dapat menghibur Sungmin seperti yang selalu namja itu lakukan ketika ia menangis.

“Apa yang membuatmu kecewa, Hyung?” gumam Kyuhyun masih dengan posisi Sungmin dalam pelukannya. “Kau kecewa karena ia hanya menganggapmu sebatas saudara, sedangkan kau meratapi hubungan saudara sedarah yang membuatmu tak dapat memilikinya?”

Sungmin mengangguk, Kyuhyun merasakannya. Ia juga merasa seragamnya basah karena air mata sang hyung yang kini pasti tengah menangis. “Yesung-hyung hanya tak mau membuatmu mengingat kejadian lima tahun lalu. Dia hanya salah memilih kata,” jelasnya kemudian. Kyuhyun mengenal Yesung dan Sungmin sejak kecil—ia tahu seperti apa sifat kedua saudara itu.

Kyuhyun tahu bahwa Sungmin juga tahu. Hanya saja sulit bagi Sungmin mengerti dan menerimanya, karena Sungmin mencintai Yesung bukan sebagai kakak, namun Sungmin mencintai Yesung sebagai Yesung, sama seperti ia yang mencintai Sungmin sebagai Sungmin, bukan sebagai teman masa kecilnya.

#

Oppa?

Yesung mengerjapkan mata, kemudian mendapati Kim Taeyeon tengah melambai-lambaikan tangan di hadapannya dengan wajah khawatir. Ia menangkap tangan adik tak sedarahnya itu, lalu tersenyum hangat—namun entah mengapa, Taeyeon tahu senyuman Yesung dipaksakan.

“Aku tidak apa-apa,” tegasnya sebelum Taeyeon sempat bertanya. Yesung menatap kosong tuts piano di bawah tangannya. Ia menghabiskan waktu tiga tahun demi menguasai alat musik ini, sedangkan Sungmin hanya membutuhkan waktu dua tahun lebih untuk menguasai piano, gitar, dan juga drum di saat yang bersamaan.

Tangannya bergerak, menekan tuts-tuts piano hingga menghasilkan melodi yang indah. Mulutnya terbuka, menyanyikan beberapa bait lagu sebelum dilanjutkan oleh Taeyeon yang juga menyanyi dengan sempurna.

Ini adalah lagu kelima mereka hari ini. Taeyeon bertepuk tangan seorang diri dengan senyuman mengembang di wajahnya. Ia cinta menyanyi, tapi ayahnya tak mengizinkan dirinya untuk mempelajari musik lebih dalam. Ketika Yesung datang dan ternyata memiliki hobi yang sama dengannya, Taeyeon dapat mengenal musik lebih jauh dan tanpa halangan.

Mereka berjalan keluar ruang musik beriringan. Seraya bercanda dan membahas nyanyian mereka sebelumnya, Yesung mengantar sang adik kembali ke asrama perempuan. Beberapa murid yeoja menatap iri dan berbisik-bisik riang melihat keakraban tersebut, namun Taeyeon memilih untuk menundukkan kepalanya.

“Kenapa kau selalu menunduk ketika aku mengantarmu kembali ke asrama?”

Taeyeon meninju bahu kakaknya kesal. Yesung benar-benar tak peka dan tak mengerti pergaulan anak muda. Bagaimana bisa dia menjadi guru konseling? “Aku tak mau gosip tentangku semakin dibesar-besarkan. Kau tahu, mereka bilang aku memanfaatkan hubungan saudara kita agar kau dekat denganku.”

Yesung mengangguk paham. “Biarkan saja mereka berbicara apa. Sungmin juga tak pernah mempedulikan semua gosip buruk tentang keluarganya.” Ia mencubit pipi Taeyeon pelan, mengundang protes dari yang bersangkutan. “Jangan tidur terlalu malam, arra?” pesannya sebelum meninggalkan Taeyeon di depan pintu kamar adiknya itu, tak lupa melambaikan tangan singkat.

Sebenarnya Yesung merasa ia tengah diikuti seseorang, tapi bertindak tak acuh adalah pilihannya. Ketika ia mendengar sebuah suara yang bertanya, “Memainkan peran kakak dengan baik?” Ia yakin perasaan tengah diikuti yang ia rasakan bukanlah sekedar perasaan.

Enggan untuk menolehkan kepala, Yesung memilih untuk terus melangkah. Lagipula ia tahu siapa pemilik suara itu—bukan seseorang yang sedang ingin ia temui untuk saat ini. “Berisik.”

Sosok itu menyamakan langkahnya dengan langkah Yesung. Keduanya berjalan menjauhi asrama perempuan menuju asrama lelaki. Merasa tetap diikuti, Yesung berkata, “Jangan ikuti aku, Siwon-a.” Dengan rasa kesal yang amat kentara.

“Siapa yang mengikutimu?” tanya Choi Siwon tak terima. Namja bertubuh atletis itu mengabaikan tatapan dingin yang Yesung lemparkan. “Aku teman sekamar barumu. Kau lupa?”

Yesung mendengus. “Kenapa kau memaksa kepala sekolah agar kau bisa sekamar denganku?” Ia menghentikan langkah. “Aku butuh privasi. Apa kau tak punya privasi, Siwon-ah?” Yesung bertanya balik dengan nada mengintimidasi.

“Tidak. Semua hal tentang diriku sudah kau ketahui. Aku tak punya privasi apapun lagi.” Siwon berujar tenang, lalu merangkul Yesung dan menarik namja itu masuk ke dalam gedung asrama. “Kau juga tak punya privasi apapun lagi, bukan? Sebutkan satu hal tentangmu yang tak kutahu jika kau bisa.”

Yang lebih tua melepas rangkulan di pundaknya dengan kasar. “Apa kau tahu Sungmin marah padaku tadi siang?” Siwon mengangguk seraya mengeluarkan kunci dari kantungnya, lalu membuka pintu kamar mereka.

“Aku melihatnya membolos bersama Kyuhyun tadi. Matanya sembab—dia takkan menangis jika bukan karenamu.”

Yesung terperangah. Ia pikir ia bisa mengusir Siwon karena lelaki itu tak mungkin tahu Sungmin marah padanya; ia belum bercerita. Namun dugaannya salah besar. Yesung bahkan tak tahu Sungmin menangis karenanya.

“Jangan melamun di sana, Yesung-ah. Masuklah, anggap saja ini kamar pribadimu,” ucap Siwon dengan santainya. Yesung berjalan mendekat, lalu memukul kepala Siwon menggunakan sebuah majalah yang ia dapati di atas meja.

“Seharusnya ini memang kamar pribadiku, Bodoh,” balasnya tak terima. Jika saja Siwon bukan teman kecilnya, jika saja Siwon bukan sepupu Kyuhyun, jika saja Kyuhyun bukan anak dari pemilik yayasan sekolah ini, Yesung pasti sudah menendang namja Choi itu keluar dari kamarnya.

Siwon menarik tangan Yesung pelan, namun karena ketidak seimbangan keduanya, mereka terjatuh di atas sofa dengan posisi Yesung di bawah dan Siwon di atasnya. “Minggir,” gumam Yesung nyaris tak terdengar. Siwon dapat melihat rona merah muda tipis pada wajah Yesung yang memutuskan kontak mata.

“Kau benar-benar ingin aku meminggir?” tanya Siwon, namun ia semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Yesung. “Kau yakin, Hyung?” Pandangan mata mereka bertemu. Tak butuh waktu lama bagi Siwon untuk menghapus jarak tipis yang menghalangi keduanya.

“Kau tahu aku mencintaimu, Hyung.”

Yesung memejamkan mata ketika Siwon menyusupkan wajahnya di ceruk lehernya. Ia lelah mendengar pernyataan itu. Dan Siwon bodoh jika mengharapkan kalimat balasan yang setimpal.

“Aku tahu, Bodoh.”

ToBeContinue

Credit title: Super Junior’s Fifth Album — Mr. Simple; Memories

Too much dialogues! This isn’t like the original me thought… yeah, you know, usually I write description more than dialogues. This fict… sucks. I’m sorry TT But I truly want to make a multi-chapter fict even if I really don’t match with it…

14 thoughts on “High School Series: Memories [Chapter 1]

  1. lanjut thor!!!
    Aq udh jatuh cinta ama ff ini!!
    gimana sih perasaan yesung ke siwon??
    dia suka ama siwon ato sungmin????
    update soon!!!!!^^

    1. Syukurlah jika ada yang suka fict ini hihi.
      Tentang perasaan Yesung, biarkan saja menjadi misteri xD kita sama, saya juga suka WonSung:D salam kenal dan terima kasih telah meninggalkan jejak~^^

  2. jadi yemin itu kakak adik?owh

    yudahlah min sana sama kyu ajah biarkan yesung bersama siwon
    aku suka wonsung momen’y
    ok next,,,,

  3. bgus ff’a thor, tr yesung m sungmin p siwon??
    n yesung pny prasaan yg sma m sungmin kah??;-)

    1. Silakan tebak sesuka hati, Unnie XD
      Aku nggak percaya diri sama ff ini, tapi karena terlanjur bikin dan publish teaser, terpaksa(?) dilanjutin>< So glad cause you said this is a good ff^^ gomawo Unnie~~~

  4. annyeong unni?? saeng?? O.o aku 96Line jadi panggil apa?? 😀
    aku jg reader baru , salam kenal yaa 🙂

    Sukaa ff nya!!! Jadi di sini yesung dan Ming adalah saudara kandung? Ming mencintai yesung? Lalu yesung apakah dia mencintai sungmin? Dan bagaimana dengan WonKyu yg mencintai YeMin?? Okesip, penasaran!!!
    Lanjuttt baca chap 2 yaa kkkk~

  5. sedikit mulai memahami hubungan mereka.. sebenernya simple, tp mereka membuatnya jd bgtu kompleks.. Begitukah??hehe

    deskripsi yg dberikan chingu selalu aja kuat..
    tapi aku selalu menyukainya.. ^^

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s