High School Series: Memories [Chapter 2]

High School Series: Memories

Track 2Baby Maybe [Girls’ Generation]

[I fell in love with you. I got stuck deep in you. What should I do?]

.

.

“Ini pertama kalinya Sungmin tak datang ke ruanganku selama tiga hari berturut-turut.”

Siwon mengerlingkan mata bosan; temannya ini sedikit berlebihan. “Itu salahmu,” tegasnya mutlak. Yesung hanya dapat memandang namja di dekatnya itu putus asa. Ia tahu ini salahnya, tapi seharusnya Sungmin juga tahu bahwa ia hanya salah memilih kata ketika mereka berbincang beberapa hari lalu.

“Kenapa dia tak mengerti?”

Yang lebih muda mendudukkan diri di atas meja dengan tidak sopannya. Masih beranggapan koran di tangannya jauh lebih menarik, ia berkata, “Karena dia masih bocah.”

Yesung melirik Siwon tanpa minat—ia sedang tak ingin berdebat, karenanya ia membiarkan teman kecilnya itu duduk di atas meja. “Tetap saja, seharusnya dia mengerti…” balasnya masih tak terima. Sungmin memang kekanakkan, ia hanya masih tak habis pikir saja.

“Kau ini.” Siwon memicingkan mata. “Dibandingkan kakak yang sedang diabaikan adiknya, kau lebih mirip seorang pecinta yang patah hati,” ujarnya kesal. “Aku yang selalu kau abaikan saja tidak menyedihkan seperti dirimu sekarang.”

Si pemilik marga Kim meringis bersalah. Jari tangannya mengetuk meja perlahan. “Itu karena kau tidak serius dengan perasaanmu.” Lalu menghela napas, entah ke berapa kalinya pagi ini. “Sedangkan aku serius menyayangi adikku,” lanjutnya lemah. Yesung merasa semangat hidupnya berkurang drastis tanpa Sungmin yang datang ke ruangan atau kamarnya.

Siwon memukul pelan kepala teman yang dicintainya itu—tak terima perasaannya dianggap sebagai bahan candaan. “Demi Tuhan, Yesung-ah. Aku mencintaimu.”

Kembali menghela napas. “Ya, ya, ya. Terserahmu.”

Suara pintu yang diketuk mengejutkan keduanya.  Siwon hendak melompat turun dari meja, namun mengurungkan niatnya ketika melihat Lee Sungmin masuk. Yesung sendiri menatap tak percaya, lalu duduk dengan tegak dan bola matanya memancarkan keantusiasan.

“Hai, Hyung.”

Sungmin duduk dan meraih secangkir minuman yang ada. Ia mengernyit dan menyipitkan mata ketika rasa pahit kopi menguasai indera perasanya. “Sudah kubilang, berhenti minum kopi. Kenapa minuman laknat ini masih ada juga?” ketusnya sebal.

Keadaan hening seketika. Sungmin menatap Yesung yang sedang menatapnya pula. “Tumben sekali kau tidak protes aku meminum minumanmu.” Ia melirik Siwon yang bersenandung tak peduli—mungkin saja karena ada namja tinggi itu Yesung tak menegurnya.

“Kau sudah tidak marah lagi?” Alih-alih menjawab rasa penasarannya, Yesung bertanya penuh harap.

Namja aegyo itu mengangkat bahunya ringan. “Sedikit. Tapi setelah menghabiskan waktu dan mendengar penjelasan Kyuhyun-ie, kurasa sekarang sudah tidak masalah jika aku kembali menjadi pengunjung tetap ruanganmu.”

Yesung bangkit dan memeluk adiknya meski meja menjadi penghalang mereka. Sungmin menatap Siwon meminta penjelasan, tapi tak mendapat tanggapan apapun juga. “Maafkan aku. Aku mencintaimu, Sungmin-ah!” seru sang kakak tanpa sadar.

Sungmin merasa waktu berhenti berputar. Detak jantungnya tak lagi dapat ditoleransi. Ia benar-benar merasa bahagia meski tahu ucapan itu hanyalah ungkapan cinta kakak ke adiknya. “A-aku juga mencintaimu, Hyung,” bisiknya lembut—tanpa sadar mengutarakan perasaannya yang sebenarnya.

Di sisi lain, Siwon menatap kesal drama yang terjadi di depan matanya. Sifat Yesung benar-benar dapat berubah secepat mengedipkan mata. “Bel masuk sudah bunyi, Sungmin-ah. Kembali ke kelasmu,” ujarnya tanpa rasa bersalah.

“Dari dulu kau senang sekali merusak kesenanganku dan Yesung-hyung,” sindir Sungmin tak terima. Ia melepaskan pelukan sang kakak, lalu keluar dari ruangan itu setelah mengucapkan sampai jumpa.

Kyuhyun menunggu di luar ruangan sambil menyandarkan punggungnya pada dinding bercat putih bersih. Mendapati Sungmin keluar dengan wajah berseri-seri, ia tahu hyung-nya itu telah berbaikan dengan si guru konseling. Kyuhyun tahu mengapa hatinya terasa sakit—setelah ini, Sungmin pasti akan kembali sering mengunjungi ruangan Yesung atau kamar kakak kandungnya itu.

“Dia bilang dia mencintaiku, Kyu.” Sungmin bercerita dengan ceria. Kyuhyun menahan rasa sakit di hatinya mati-matian. Ia mencintai Sungmin hingga rasanya sesakit ini. Apakah Sungmin berada di posisi yang sama dengannya? Bukankah mereka sama-sama bertepuk sebelah tangan dan mencintai dalam diam?

Dengan senyum tipis, Kyuhyun menggelengkan kepala. Sungmin pasti merasakan rasa sakit dua kali lipat dibandingkan dirinya—karena namja yang dicintainya itu mencintai kakak kandungnya. Kyuhyun tidak dapat membayangkan sakit yang Sungmin rasakan. Tak ada masa depan cerah bagi cinta Sungmin terhadap Yesung. Kyuhyun tahu Sungmin pasti tahu akan hal itu.

“Kenapa kau tidak berhenti saja mencintainya, Hyung?”

Sungmin mengerjap bingung. Kyuhyun menggumamkan sesuatu yang tak dapat ia dengar dengan jelas. “Kau bicara apa, Kyu?”

Memilih untuk melupakan ucapannya barusan, Kyuhyun menggenggam tangan Sungmin dan mengajak sunbae-nya itu masuk ke dalam kelas.

#

Taeyeon memegang mic dengan gugup. Ia sedang berada di ruang penyiaran untuk menyanyikan sebuah lagu secara live. Telapak tangannya basah dikarenakan keringat dingin. Ini akan menjadi nyanyian pertamanya yang didengarkan oleh seluruh siswa sekolah.

Di sebelahnya, Yesung menepuk kepalanya penuh kasih sayang. Ia lupa ia tidak sendiri di sini. Yesung akan menyanyi bersamanya—duet pertama mereka yang disiarkan secara live. Taeyeon semakin gugup saja mengingat fakta itu. Jika ia membuat kesalahan, para yeoja yang membencinya karena ia dekat dengan Yesung pasti akan semakin menghujatnya.

“Setelah sering menjadi pusat perhatian di ruang musik, akhirnya duo ini memutuskan untuk memperlihatkan bakat mereka pada seluruh murid. Guru Konseling kita, Yesung-ssi, dan murid kelas dua, Kim Taeyeon!”

Yesung menarik napas, ia sudah sering melakukan ini dulu. Dengan kehadiran Taeyeon di sisinya, entah mengapa ia ingin menyanyikan lagu dengan sempurna—meski selama ini ia belum pernah melakukan kesalahan ketika menyanyi secara live di panggung kecil perlombaan menyanyi yang ia ikuti tiap tahunnya ketika berada di sekolah dasar hingga menengah ke atas.

Geudaen al su innayo kkumeseorado al riga eopgetjyo
Oraetdongan geu nugudo moreuge
Geudae juwil seoseonggeoryeoon
Ireum moreul sarameul

[Do you know?
Even in my dream, I don’t have the chances to tell you
During such a long time, you still don’t know
The one who has been beside you all along
Is the one whose name you know not.]

Taeyeon mendengarkan dengan baik. Ia yakin ia bisa. Ia harus bisa. Setelah Yesung menyelesaikan bagian pertamanya, ia langsung memegang mic dengan kuat sebagai pelampiasan rasa gugup, kemudian mulai mengeluarkan suara.

Geudaen al su innayo
Jimjakjochado motago itgetjyo
Jam mot deuneun bam geudaeui saenggage
Hollo gaseumman arhatdeon naraneun sarameul

[Do you know?
That you can even predict
That during sleepless nights, I am in your thoughts
The one whose heart is hurt, alone.]

Lagu tersebut terus berlanjut dengan indahnya. Vokal kuat keduanya dan juga harmonisasi yang sempurna menyebabkan para murid dan guru yang mendengar terdiam dan ikut merasakan emosi pada lirik lagu yang dinyanyikan.

Sungmin yang tengah berbincang dengan Kyuhyun di koridor sekolah terkejut mendengar suara yang amat dikenalinya. Yesung tak pernah menyanyi di hadapan siapa pun sejak beberapa tahun lalu. Namun kenapa sekarang hyung-nya itu memutuskan untuk kembali bernyanyi dan menunjukkan bakatnya?

Setelah lagu itu selesai, Taeyeon tersenyum girang melupakan rasa gugupnya. Ia memeluk Yesung dengan segenap perasaan, berterima kasih karena memberikannya kesempatan untuk menyanyi seperti yang selalu diimpikannya.

“Aku benar-benar bahagia, Oppa! Entah bagaimana caranya aku harus berterima kasih padamu!”

Yesung tertawa pelan. Ia membalas pelukan Taeyeon dan berkata, “Cukup dengan selalu menjadi adikku yang manis. Mengerti, Taeyeon-ah? Lagipula, semua ini karena usahamu sendiri.”

#

Sungmin melihat semua itu dengan mata kepalanya. Ia langsung berlari menuju ruang penyiaran ketika mendengar suara Yesung lewat speaker di segala sudut sekolah. Di sana, ia bisa melihat Yesung dan Taeyeon tengah berpelukan juga tersenyum senang.

Dan Sungmin setengah mati iri dibuatnya.

Suara Taeyeon sangat indah dan merdu. Ia sama sekali bukan tandingan yeoja yang kini menggantikannya menjadi adik Yesung itu. Sungmin berbakat dalam segala bidang. Ia bahkan menguasai hampir semua alat musik modern yang ada. Namun suara adalah bakat yang bahkan memiliki batas untuk dipelajari; dan tergantung suara orang itu sendiri.

Ia terbiasa bernyanyi bersama Yesung dulu. Harmonisasi mereka tak kalah indah. Tapi Sungmin tahu Taeyeon berada satu tingkat di atasnya dalam hal menyanyi. Umur memang tak berpengaruh besar terhadap bakat.

“Cukup dengan selalu menjadi adikku yang manis. Mengerti, Sungmin-ah? Lagipula, semua ini karena usahamu sendiri.”

Sungmin menahan tetesan air matanya yang nyaris jatuh. Kalimat itu persis seperti yang Yesung katakan padanya dulu ketika mereka berduet di salah satu lomba menyanyi tingkat nasional. Taeyeon merebut posisi itu sekarang. Posisi adik dan teman duet menyanyi. Sungmin tahu semua ini bukan salah Taeyeon atau Yesung, tapi ia merasa tersingkir.

Ia tak bisa memiliki Yesung sebagai cintanya atau minimal sebagai kakaknya.

“Ayo pergi, Hyung. Mereka akan melihat kita. Kau akan ketahuan menangis nanti.” Kyuhyun mengajak Sungmin pergi dengan lembut seperti biasa. Meski Sungmin tak terima dikatai menangis—karena air matanya belum jatuh—ia lebih memilih menurut dan menjauh.

Mungkin besok ia takkan datang ke ruangan Yesung seperti janjinya tadi pagi.

#

“Apa yang membuatmu kembali bernyanyi?”

Siwon bertanya penasaran. Tangannya sibuk menekan remote mencari siaran yang menarik, namun berakhir dengan mematikan televisi tanpa minat. Dari sudut matanya, ia dapat melihat Yesung tengah memakan es krim dengan ear-phone menyumpal telinganya.

Namja lebih muda setahun itu menarik sebelah ear-phone yang Yesung kenakan, lalu mengulang kembali pertanyaannya. Tapi tak ada jawaban—Siwon tahu Yesung enggan menjawab. Atau mungkin Yesung tak tahu jawabannya.

“Melihat usaha Taeyeon membuatku ingat masa-masa ketika aku senang menyanyi. Kau, Sungmin, dan Kyuhyun adalah penonton setiaku, bukan?”

Dengan tak acuh Siwon menghapus es krim yang berada di wajah Yesung dengan menjilatnya. Ia menerima jitakan kekuatan penuh lima detik setelahnya—bukan berarti ia jera dan takkan melakukannya lagi di lain hari.

“Tak bisakah kau bersikap normal?”

Si namja Choi mendorong Yesung hingga jatuh terbaring di atas sofa, lalu menindih hyung-nya yang terbelalak tak percaya. “Bersikap normal itu maksudmu begini?”

Namun sebelum Siwon sempat melanjutkan hal yang ingin ia lakukan, pintu kamar mereka terbuka—Kyuhyun masuk tanpa mengetuk atau mengucapkan sapaan selamat malam.

“Apa yang kalian lakukan?” Sepupu Siwon itu mendecak, menyesali timing-nya yang tak tepat. Siwon pasti akan membunuhnya setelah ini. Tapi ia terlanjur masuk dan menghancurkan suasana, jadi apa yang bisa ia perbuat?

Siwon memilih tak peduli. “Making-out,” jawabnya asal. Yesung menendang perut namja di atasnya itu tak setuju, sedangkan Kyuhyun tak ambil pusing. Ia memilih untuk duduk di antara Yesung yang cemberut dan Siwon yang meringis.

“Sungmin-hyung menolak membuka pintu kamarnya. Kalian tahu aku pengidap somniphobia,” ujar Kyuhyun memelas. Ia tak pernah tidur sendiri sejak kecil—bahkan tidur rasanya sulit sekali. “Hanya kalian dan Sungmin-hyung yang bisa membuatku nyaman, jadi malam ini aku akan tidur di sini,” putusnya tanpa meminta pendapat.

Siwon menggeleng tak setuju. “Kau harus belajar tidur sendiri, Kyuhyun-ah. Sampai kapan kau harus tidur bersama salah satu di antara aku, Yesung, dan Sungmin?”

Kyuhyun menatap Yesung penuh harap. Tak berubah sejak dulu, Yesung adalah tipe kakak yang pengertian dan mendahului kenyamanan orang lain dibandingkan kenyamanan dirinya. “Tidurlah di sini malam ini. Ada apa dengan Sungmin?” tanyanya bingung.

“Dia shock mendengarmu kembali bernyanyi.” Kyuhyun memeluk Yesung erat, bercanda dengan mengatakan, “Aku mencintaimu, Hyung!” Yang mengakibatkan dirinya ditendang tanpa perasaan oleh Siwon. “Kau tak tahu betapa inginnya aku tidur sendiri tanpa bergantung pada orang lain!”

Seraya menggaruk bagian belakang kepalanya yang tak gatal akibat melihat perdebatan dua sepupu itu, Yesung mengajak Kyuhyun tidur mengingat jam hampir menunjukkan pukul dua belas. Hanya ada satu tempat tidur berukuran king-size di sana.

Hyung, kenapa Siwon-hyung bisa pindah ke kamar ini? Setahuku Kepala Sekolah memberikan perlakuan khusus pada kita, Sungmin-hyung, Taeyeon, dan Sunny. Hanya kita murid dan guru yang memiliki kamar pribadi, bukan?”

Yesung mencibir. “Tanyakan saja pada sepupu kesayanganmu itu.”

#

Lee Soonkyu mengetuk pintu kamar kakaknya—jarang sekali Sungmin mengunci pintu kamarnya seperti ini karena biasanya di pagi hari Kyuhyun akan kembali ke kamarnya untuk bersiap ke sekolah. Ia dapat melihat beberapa murid lelaki mencuri pandang memperhatikan dirinya, tapi ia sama sekali tak peduli.

“Buka pintunyaaa!”

Sungmin keluar dengan rambut berantakan. Sunny memilih untuk mendorong masuk kakaknya, lalu menutup pintu setelah berhasil ikut masuk ke dalam. Kamar Sungmin rapi seperti biasa, tapi mengapa keadaan kakaknya itu tak bisa serapi kamarnya?

Kebiasaan tidur Sungmin mungkin memang seburuk itu.

“Kenapa kau senang sekali menggangguku di pagi hari, Soonkyu-ya?” tanya Sungmin seraya meraih sebotol air yang sengaja ia letakkan di meja kecil sebelah tempat tidurnya. Sunny lebih memilih untuk menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur kakaknya, lalu mendengus malas.

“Seharusnya kau senang punya adik yang perhatian sepertiku,” ucapnya kesal. Ia mendapati rambut pendeknya yang telah ia tata rapi berantakan tak lama kemudian—akibat Sungmin yang kini tertawa. Mereka memang bukan saudara sedarah, tapi Sunny menyayangi Sungmin seperti ia menyayangi ibunya.

Mereka bertemu ketika Sunny masih berumur sebelas tahun. Sungmin dengan ayahnya, ia dengan ibunya. Ia masih ingat ketika ibunya berkata, “Sungmin akan menjadi kakakmu, Soonkyu-ya. Jadilah adik yang baik.”

Di pertemuan pertamanya dengan Sungmin, Sunny dapat melihat mata sembab calon kakaknya itu. Sungmin juga menolak berbicara dengannya selama sebulan penuh. Namun akibat selalu bersama, akhirnya Sungmin mulai membuka diri dan mereka saling mengenal satu sama lain sebagai saudara.

Sunny tahu apa yang menyebabkan Sungmin menangis di pertemuan pertama mereka beberapa bulan kemudian. Ia menanyakan hal itu pada ayah barunya yang merupakan ayah kandung Sungmin. Mengetahui Sungmin menangis akibat berpisah dengan kakaknya, Sunny semakin ingin menjadi adik yang baik dan dapat diandalkan.

Hingga akhirnya, seperti inilah hubungan mereka sekarang—persis seperti adik-kakak yang saling mengenal sejak lahir.

Ia tahu Sungmin selalu melindunginya. Sunny berpura-pura tak tahu apapun, padahal jelas ia tahu kebenaran di balik gosip mengenai keluarga mereka. Ia takut Sungmin merasa dirinya tak berguna jika kakaknya itu tahu bahwa ia tahu mengenai semua hal yang berusaha ditutupi mati-matian.

“Perpisahan orang tuaku yang membuatku jauh dari Yesung-hyung adalah mimpi burukku. Tapi jika hal itu tak terjadi, mungkin aku takkan bertemu denganmu.” Sungmin ikut membaringkan tubuhnya di sebelah Sunny yang menatap sendu. “Dulu aku menyesali keputusan appa dan eomma, tapi terima kasih, Soonkyu-ya. Aku bersyukur kau yang menjadi adik tiriku.”

Lee Soonkyu menoleh ke arah berlawanan—menyembunyikan tetesan air matanya yang jatuh tanpa aba-aba. Sejak dulu, ia ingin memiliki kakak yang dapat menjadi tempatnya mengadu dan bercerita. Kakak yang selalu ingin melindunginya. Kakak yang juga akan menjadi pangeran impiannya.

Dan Sungmin datang, mengabulkan harapan yang dulu hanya ia anggap sebagai angan-angan.

“Aku tak pernah lagi menyesali keputusan eomma dan appa sejak eomma mempertemukanku denganmu, Oppa. Terima kasih karena telah menjadi kakak yang kuimpikan.”

Orang bilang, mempunyai kakak sangat menyusahkan karena seorang kakak akan bertindak semaunya dengan pegangan umur lebih tua adalah yang berjaya. Tapi Lee Soonkyu tak pernah menyesal mempunyai harapan ingin memiliki seorang kakak. Tidak setelah impiannya menjadi kenyataan—karena kakaknya adalah kakak paling sempurna yang pernah ada.

ToBeContinue

Credit song: Jang Hye Jin ft. Super Junior’s Yesung – Cooperation Part.1; I Am Behind You

*somniphobia is a fear of sleep. Some of them still can sleeping if they’re with someone who have a good relation with them or could make them comfortable, some others also still could fall asleep but often awaked, but some others can’t sleep at all because they think sleeping look like dying or they afraid get a nightmare.

9 thoughts on “High School Series: Memories [Chapter 2]

  1. errrr… Aku masih rada bingung ><
    Yesung cinta beneran kah sama Ming? Tpi Kalau memang gk cinta, knp dia ga mau mencoba utk mencintai siwon?

    Yoshhlah, aku akan baca chap selanjutnya ^^

    1. Fict ini memang membingungkan dan ‘berat’, mianhae><
      Kalau ada teman kecil yang menyatakan perasaan, pasti kedengaran seperti lelucon, bukan?^^
      Terima kasih~~

  2. Yesung sebenarnya jg menganggap sungmin lbh dr seorang adik kah?? tp ya.. yesung lebih dapat menyembunyikan apa yg dia rasa.. akal sehatnya dapat menekan perasaannya.. #sok tau# hehe

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s