High School Series: Memories [Chapter 7]

High School Series: Memories

Track 7Time Machine [Girls’ Generation]

[—Even if I try to say and hear it, the pain won’t heal no matter what.]

.

.

Lee Soonkyu tahu ada yang aneh dengan kakaknya ketika Lee Sungmin hanya membalas sapaan selamat paginya dengan senyuman kecil yang terkesan dipaksakan. Ia selalu tahu. Ia hanya tahu. Sungmin tak pernah bisa menyembunyikan apapun darinya—yang mana merupakan fakta entah menguntungkan atau merugikan bagi yang bersangkutan.

Sebagai yeoja manis seumurannya, Sunny tentu saja mulai merasa tertarik dengan cinta. Tapi ia belum menemukan orang yang mana dapat membuatnya merasakan perasaan abstrak itu; dan tentang kakaknya, Sunny tahu ada seseorang di dalam hati Sungmin. Entah siapa.

Apakah orang itu yang menyebabkan kakaknya murung seperti sekarang?

Jika dugaannya benar, Soonkyu tak dapat berkata apa-apa. Ia bukan ahli dalam masalah cinta. Namun entah mengapa, ia yakin masalah yang dihadapi Sungmin jauh lebih pelik dari percintaan remaja. Dalam hati ia berharap Sungmin akan bercerita sedikit saja dan membagi bebannya—mustahil mengingat betapa tertutupnya pribadi sang kakak.

Sunny hanya ingin menjadi adik yang baik, sungguh. Karena itulah ia menemui Kyuhyun tadi pagi sebelum bel pelajaran pertama berbunyi. Ia semakin tak mengerti ketika Kyuhyun melemparkan sebuah pertanyaan sebagai jawaban dari pertanyaan yang ia lontarkan.

Menurutmu, hubungan sesama jenis itu seperti apa?”

Tak pernah sekali pun Lee Soonkyu memikirkan hubungan semacam itu. Dia normal. Tapi karena Kyuhyun seolah memberi pencerahan, Sunny yakin ada yang tak beres dengan kakaknya. Atau mungkin ternyata Sungmin adalah orang yang dimaksud Kyuhyun sebagai seseorang yang memiliki orientasi seksual menyimpang?

Ia tak keberatan. Sunny mencintai Sungmin sebagai kakak tersayangnya dengan segala kelebihan juga kekurangan yang ada. Ia takkan merasa jijik atau apapun jika hal itu benar adanya. Sunny hanya tak suka dengan sifat Sungmin yang selalu menyembunyikan semua hal dari dirinya seolah ia akan selamanya menjadi anak kecil yang tak boleh tahu apa-apa.

Dan lagipula, lelaki mana yang bisa membuat Sungmin jatuh cinta?

Sebuah kapur mendarat di dahinya tak lama kemudian. Sunny mengerjap ketika mendapati mata sang guru menatap dirinya tajam. Ia memilih tak peduli. Dari mana pula guru itu mendapatkan kapur sedangkan sekolahnya menggunakan sistem papan tulis yang menggunakan spidol?

“Anda bisa keluar dari kelas saya kapan pun jika Anda mau, Lee Soonkyu-ssi.”

Seraya menahan diri untuk menghela napas, Sunny meringis pelan.

#

Yesung mengeratkan syal yang ia kenakan. Setelah empat hari terkapar di atas tempat tidur, hari ini ia memutuskan untuk kembali beraktivitas meski Siwon telah menasihatinya lebih dari dua jam. Tubuhnya masih terasa lemas dan kepalanya berdenyut sakit sesekali—tapi ia sudah tidak apa-apa, mungkin.

Ruangannya masih terlihat rapi seperti seharusnya. Ia mendudukkan diri di kursi kejayaannya, lalu menyadari betapa hampanya ruangan itu tanpa kehadiran Siwon, Sungmin, Taeyeon, atau setidaknya Kyuhyun. Siwon memiliki jadwal mengajar yang padat hari ini—lagipula ia tak minta ditemani. Sedangkan Sungmin dan Kyuhyun… Yesung belum yakin ia siap bertemu dengan mereka.

Semuanya terasa jauh lebih rumit dari yang ia bayangkan.

Fakta bahwa Sungmin mencintainya bukan sebagai kakak telah ia ketahui sejak Kyuhyun dan Sungmin menjadi semakin dekat. Ia tak sengaja mendengar percakaan dua orang itu yang menyebutkan namanya. Yesung tentu saja tak percaya, tapi kelakuan Sungmin yang berubah—meski tak secara drastis—berhasil meyakinkannya.

Ia sangat mencintai Sungmin, tentu saja. Sebagai adiknya.

Butuh waktu beberapa bulan hingga lengkap satu tahun baginya untuk menerima kenyataan. Ia sangat, sangat, dan sangat mencintai Sungmin hingga mungkin mengidap brother-complex. Tapi ia tak tahu ternyata Sungmin jauh lebih mencintainya; terlalu jauh.

Yesung tak pernah berharap Sungmin memiliki perasaan semacam itu untuknya. Karena bagaimanapun, mereka adalah saudara sedarah.

Suara pintu yang diketuk berhasil menyadarkannya dari lamunan singkat. Ia mendapati Kyuhyun masuk—sama sekali tak terduga—dan duduk di kursi tepat di hadapannya. Yesung tak mau menerka apa yang ingin pemuda bersurai ikal itu katakan.

Hyung, biarkan aku membolos kali ini…”

Si guru konseling memutar bola matanya jengah. Kyuhyun sering kali membolos tanpa izinnya, jadi, tak mungkin namja yang telah ia anggap adiknya itu datang hanya untuk meminta izin bolos darinya. Yesung memberi kode pada Kyuhyun untuk melanjutkan kalimatnya, sedangkan bocah di hadapannya memberikan pandangan serius yang tak dapat ditebak.

“Sebagai gantinya, aku akan memberitahumu sesuatu.”

Yesung terdiam. Apa lagi yang tak ia ketahui? “Baiklah,” putusnya singkat. Tidak masuk satu atau dua pelajaran bukan masalah besar bagi Kyuhyun. Dan juga, pemilik marga Cho itu menawarkan diri—ia sama sekali tak memaksa. Yesung hanya perlu memanfaatkan informasi yang ia dapatkan untuk memutuskan hal apa yang harus ia lakukan.

“Aku mencintai Sungmin-hyung…”

Si guru konseling terdiam sesaat. Apa lagi sekarang? Suara detik jam yang bergerak menjadi teman keheningan yang melanda. Helaan napas terdengar setelahnya. “Sejak kapan?”

Kyuhyun tersenyum kecil—sudah cukup mewakilkan jawaban dongsaeng-nya itu bagi Yesung.

#

“Untukmu.”

Sungmin mengerjap beberapa kali mendapati setangkai permen lolipop di depan matanya. Ia meraih makanan manis itu dengan ucapan terima kasih singkat, lalu kembali memandangi pemandangan di depan matanya. Baginya, lolipop berwarna merah muda sama sekali tak menarik saat ini.

“Jangan berekspresi seperti itu,” tegur si pemberi permen santai. Ia mendudukkan diri di sebelah Sungmin yang tak berkomentar, lalu membuka permen miliknya sejurus kemudian. Danau di hadapan mereka terbentang luas—dulu, ini tempat favoritnya, tapi sekarang tidak lagi.

Siwon melirik Sungmin diam-diam. Yang menyebabkan danau ini tak lagi menjadi tempat favoritnya adalah kakak orang di sebelahnya; ia sadar bahwa mengganggu Yesung di ruangannya jauh lebih menyenangkan daripada melamun di tepi danau sendirian.

“Sejak kapan?”

Tak ada ekspresi terkejut di wajah keduanya ketika pertanyaan itu tanpa sengaja mereka lontarkan bersamaan. Sungmin memilih untuk menatap gurunya itu dengan wajah datar, meminta Siwon menjawab pertanyaannya. “Lebih lama daripada dirimu.”

Si Lee mencebik. Seharusnya ia tahu, tapi setelah mendengarnya, tetap saja ia merasa kesal. Kesal karena kalah sejak awal, kesal karena tak tahu apa-apa, kesal karena orang itu Siwon—salah satu teman (merangkap kakak) terbaiknya, orang yang ia kira akan bersedia mendukungnya selain Kyuhyun.

Perkiraan yang salah.

“Aku takkan mengalah, Sungmin-ah~” goda Siwon dengan senyuman. Sungmin menyeringai kecil, ia juga takkan mau kalah. Namun tak lama kemudian, seringai yang ia tunjukkan menghilang dan berubah menjadi senyuman pedih singkat; sejak awal ia sudah kalah dan salah, sebenarnya.

“Kau tak perlu bersaing denganku, Hyung. Aku akan mundur.”

Danau yang berwarna kemerahan akibat cahaya matahari di sore hari menjadi pusat pandangan Sungmin. Ia membuka lolipop yang Siwon berikan, mulai memakannya secara perlahan. Tidak buruk. Pada nyatanya, lolipop itu adalah favoritnya dulu—sebelum Siwon mengejeknya karena well, remaja sekolah menengah ke atas, namja, gemar mengemut lolipop berwarna-warni?

Yeah, akhirnya, memang hanya Kyuhyun yang selalu menerima dirinya tanpa protes sedikit pun juga.

“Tak ingin bertanya kenapa?” Sungmin menyengir spontan—mood-nya sedikit lebih baik akibat rasa manis yang menguasai lidahnya. Di sebelahnya, Siwon menggelengkan kepala. “Sudah tahu, ya?”

Lengan si pemuda Choi menarik Sungmin hingga jatuh ke dalam pelukannya. Ia membiarkan Sungmin bersandar penuh padanya, mencoba memberitahu bahwa ia juga merasa bersalah. “Aku menghargai keputusanmu,” bisiknya tertahan. Mungkin ia egois, atau entahlah. Tapi ini yang terbaik untuk mereka.

“Jangan pernah membuatnya bersedih,” pinta Sungmin seraya menggigit kuat bibirnya. Jangan menangis, jangan menangis, jangan menangis, batinnya seolah mantra. “Dengan begitu, aku pun takkan bersedih.”

Ia—mereka—hanya butuh waktu untuk terbiasa.

Siwon mengangguk patuh mendengarnya. Ia tahu bahwa Sungmin tahu; perasaan yang Sungmin rasakan pada Yesung tak boleh terus dibiarkan. Harus ada yang mengakhirinya sekarang, di detik ini juga. Sungmin harus mengakhirinya seperti ia memulainya.

“Bukalah hatimu untuk orang lain, Sungmin-ah.” —untuk Kyuhyun. “Dengan begitu segalanya akan mengalir tanpa kau sadari.”

Pemilik surai platinum blonde itu tersenyum kecil. Jika ia bisa melakukannya sejak dulu, tentu saja ia sudah melakukannya. Siwon mungkin memang tak mengerti. Atau mungkin mengerti tapi tak tahu bagaimana cara untuk menghiburnya. Yang mana pun sama saja.

“Akan kucoba, Hyung-ie.”

#

Taeyeon baru saja keluar dari ruang musik ketika seorang pria berdiri di hadapannya dalam diam. Ia tersenyum kecil sebelum berlalu, melangkah menuju ruangan Yesung dengan harapan dapat bertemu dengan kakaknya. Dahinya mengernyit ketika mendengar suara langkah seirama dengan langkahnya—ia merasa diikuti, tapi oleh siapa?

Rambutnya bergerak seirama ketika ia menolehkan kepala dan mendapati pria yang sama dengan sebelumnya kini berdiri dua langkah tepat di balik punggungnya. Taeyeon memandang penuh tanya, ragu untuk mengeluarkan suara.

“Namamu Taeyeon, bukan?”

Ia mengangguk singkat; sebenarnya Yesung pernah mengatakan bahwa tak seharusnya ia memberitahu namanya pada orang tak dikenal, terutama orang dewasa. Tapi Taeyeon memiliki firasat bahwa pria di hadapannya adalah orang baik, dan ia cukup mempercayai insting wanita yang ia miliki.

“Namaku Lee Sooman. Aku berniat menemui keponakanku, tapi tanpa sengaja mendengar nyanyianmu di ruang musik,” jelas pria tersebut dengan senyuman ramah. Taeyeon mengerjap paham, ikut tersenyum kecil meski masih tak mengerti apa hubungan di antara mendengar nyanyian dan mengikuti seseorang.

“Ah, tidak mengerti, ya?” Sooman meraba saku celananya, mencari sebuah kartu nama dan berakhir menyerahkannya pada Taeyeon. “Aku tertarik dengan bakatmu. Kau bisa menemuiku kapan pun di alamat yang tertera di sana, dan aku berjanji akan membuatmu menjadi seorang penyanyi terkenal.”

Taeyeon membaca kartu nama di tangannya ragu—orang di depannya ini adalah seorang CEO agensi hiburan yang lumayan terkenal, ternyata. Fakta lainnya adalah, ia ditawari menjadi seorang penyanyi akibat ketidak sengajaan. Taeyeon tak tahu apa yang harus ia lakukan. Sebelum sempat bertanya lebih banyak, pria bernama Sooman itu sudah menghilang.

“Bagaimana bisa…” bisiknya tak percaya. Ia cinta menyanyi, ia ingin mahir bernyanyi, namun bukan berarti ia ingin menjadi penyanyi. Taeyeon menganggap menyanyi adalah kegiatan yang ia gemari, hobi yang ia cintai karena menyenangkan untuk dilakukan. Ia tak tahu apakah menyanyi tetap akan menjadi hobinya jika kegiatan itu menjadi sebuah kewajiban—menjadi penyanyi berartikan wajib menyanyi, bukan?

Kakinya kembali melangkah, lalu tak lama kemudian berhenti di depan sebuah pintu yang merupakan tujuannya. Taeyeon belum sempat membuka pintu karena Kyuhyun lebih dahulu membukanya dari dalam. Mereka saling menyapa sebelum akhirnya berpisah. Ia mengintip ke dalam, memilih diam ketika mendapati oppa-nya tengah duduk bersandar dengan mata terpejam.

“Yesung-oppa,” panggilnya lembut. Ia yakin Yesung mendengarnya meski tak ada respon yang ia dapatkan. “Sudah lebih baik?”

Yang lebih tua membuka mata, menampilkan senyuman terbaik yang ia bisa. “Tentu saja.” —Keduanya tahu jawaban itu adalah sebuah dusta. “Maaf membuatmu khawatir, Taeyeon-ah,” ucap Yesung seraya memerintahkan adiknya untuk masuk dan duduk di dekatnya.

Si yeoja Kim bergumam ambigu, memandang intens wajah pucat kakaknya. “Benar-benar tidak apa-apa?” Ia bertanya tak percaya. “Kau punya masalah, bukan?” lanjutnya penuh tuntutan.

Yesung menyentil dahi adiknya pelan. “Aku baik-baik saja, Dongsaeng-ah.” Matanya melirik sebuah kartu nama yang Taeyeon genggam. “Apa itu, hm?”

Setelah berpikir selama beberapa saat, Taeyeon memberikannya pada Yesung. “Seseorang memberikannya padaku tadi. Dia bilang aku bisa datang ke sana kapan saja jika…” Jeda sesaat. “…jika aku memiliki keinginan untuk menjadi penyanyi.”

Sebuah senyuman penuh menyambutnya sejurus kemudian. Taeyeon menyipitkan mata ketika Yesung menepuk kepalanya agak keras. “Benarkah? Selamat, Taeyeon-ah! Kau bisa menyanyi sepuasmu jika kau menjadi penyanyi. Kau bahkan bisa memberikan kebahagiaan untuk orang yang mendukungmu. Bukankah itu bagus?” ujar Yesung antusias.

Keraguan yang menyelimutinya hilang seketika. Taeyeon melirik polos wajah sang kakak—berusaha mencari sesuatu yang ia tak tahu apa. “Be-begitu?” Kali ini sepasang matanya menatap ke bawah, memandang tak yakin tali sepatunya yang terlepas. “Apakah tidak apa-apa?”

Yesung mengangguk menenangkan. Ia berlutut untuk mengikat tali sepatu Taeyeon seraya berkata, “Yang kukhawatirkan hanyalah kesehatan dan gaya hidupmu jika kau sukses nanti.” Ia yakin Taeyeon akan baik-baik saja, sebenarnya. Ia hanya takut merasa kehilangan. “Kau akan menerima tawaran itu, ‘kan?”

Taeyeon memutar bola matanya, berpikir, menimbang segala pilihan dan kemungkinan. “Oppa akan mendukungku?” tanyanya penuh harap. Yesung tertawa, menyanggupi tanpa berpikir panjang.

“Tentu saja. Kenapa tidak?”

#

Kyuhyun kembali ke kamarnya tepat setelah malam datang. Ia membolos seharian, mengitari sekolah dan asrama tanpa tujuan, mencari hiburan atau pengalih perhatian, tapi semuanya sia-sia.

Kamarnya nyaris tak pernah ia gunakan. Seluruh seragam sekolah dan peralatan mandinya berada di kamar Sungmin karena ia selalu menghabiskan waktu dan tidur di sana. Sebagian besar gadget-nya juga berada di kamar yang sama. Apa yang ada di sini hanyalah barang-barang tak penting yang berfungsi sebagai penghias ruangan.

Meja belajarnya juga telah berubah fungsi menjadi rak komik yang diselingi beberapa bingkai foto—hampir semua foto berisikan dirinya, Sungmin, Siwon, dan Yesung. Sedangkan tempat tidurnya tampak tak pernah dihuni karena Kyuhyun memang tak bisa tidur seorang diri.

Somniphobia yang ia derita disebabkan oleh kecelakaan masa lalu yang menimpanya. Kyuhyun ingat bagaimana rasanya ketika pandangannya mengabur dan kelopak matanya terasa sangat berat, seolah mengatakan bahwa ia takkan lagi dapat membuka mata selamanya. Ia takut hal yang sama akan kembali ia rasakan jika tertidur seorang diri tanpa salah satu orang tersayangnya berada di sisinya.

Kyuhyun juga ingat setelah sadar dari koma, ia tak berani tertidur selama lebih dari seminggu. Ia bahkan tak berani menutup mata lebih dari satu menit dan takut dengan kegelapan. Kyuhyun baru dapat kembali terlelap setelah Sungmin memaksanya, Yesung menyanyikannya, dan Siwon duduk di sisinya.

Sejak saat itu, ia hanya dapat tertidur ketika salah satu dari tiga hyung-nya berada di dekatnya.

Tangannya melepaskan dasi yang ia kenakan dan melemparkannya ke sembarang arah. Kyuhyun mendudukkan diri di atas kursi dan meraih salah satu foto yang tergeletak. Ia ingat apa yang sedang terjadi ketika foto itu diambil—malam setelah salju pertama turun, ia dan Sungmin marah karena Yesung dan Siwon pergi di malam hari ketika mereka telah terlelap.

“Kyu? Kyuhyun-ah?”

Si pemilik marga Cho tersentak ketika mendengar suara Sungmin memanggil namanya di luar pintu kamar. Kyuhyun bergeming, tak tahu mengapa rasanya ia tak ingin bertemu dengan Sungmin sekarang. Mulutnya terbuka, berniat mengeluarkan suara namun tak kuasa.

“Kyu… kau marah? Aku tahu kau berada di dalam.”

Sungmin menghela napas, menatap nanar pintu di depannya. Ia menggigit bibirnya pelan, sebenarnya Sungmin tak melakukan kesalahan apapun pada Kyuhyun. Tapi ia merasa bersalah, dan ia merasa bahwa Kyuhyun marah padanya.

“Aku minta maaf,” ucapnya penuh penyesalan. “Aku tak tahu apa yang membuatmu marah. Atau mungkin kau marah karena tindakan yang kulakukan tanpa berpikir panjang. Aku…” Sungmin menunduk, sejak dulu Kyuhyun tak pernah benar-benar marah padanya. Jika sekarang teman kecilnya itu marah, hal itu berartikan bahwa apa yang ia lakukan benar-benar kelewatan. “Maaf, Kyu.”

Pintu tersebut terbuka lima menit kemudian. Sungmin masih menunduk—ia tak tahu pasti alasannya, namun Sungmin tak memiliki keberanian untuk menatap Kyuhyun sekarang.

Hyung,” panggil Kyuhyun pelan. Ia mengangkat dagu Sungmin hati-hati, memaksa pemuda Lee itu menatap matanya. “Kau melakukan satu tindakan tanpa berpikir panjang, jadi biarkan aku melakukannya juga.”

Kyuhyun menahan napas. Terserah apa yang akan Sungmin katakan padanya setelah ini. Persetan dengan apa yang akan Sungmin lakukan padanya nanti. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Sungmin dengan perlahan, merasakan hembusan napas sang teman kecil menerpa wajahnya sebelum berakhir menyatukan kedua bibir mereka.

Bibir dan bibir menekan. Bertahan selama beberapa saat…

Dan di luar dugaan, tak ada penolakan.

“Kenapa?” Sungmin mengerjap bingung—pertanyaan ini bukan berasal darinya, melainkan berasal dari Kyuhyun yang masih berjarak beberapa senti di hadapannya. Ia dapat merasakan aroma mint segar yang merupakan napas Kyuhyun menyapa permukaan kulit wajahnya. Sungmin juga dapat merasakan wajahnya yang memanas.

Pertanyaan yang sama pula menghantui benaknya. Kenapa dia tak menolak atau memberontak?

“A-aku tidak tahu. Kenapa kau melakukannya?”

Sungmin ingin segera lari dan meninggalkan Kyuhyun sendirian. Pikirannya kembali bercampur aduk dan perasaannya kembali berantakan. Ia tak mengerti kenapa Kyuhyun melakukannya dan di atas semua itu, ia lebih tak mengerti kenapa ia diam saja.

Kyuhyun menariknya ke dalam sebuah pelukan. Lagi, Sungmin sama sekali tak menolak. “Sungmin-hyung, maaf menyembunyikannya darimu. Maaf karena kali ini aku memilih untuk bersikap egois.” Kyuhyun menarik napas dalam, menyerah jika harus melanjutkan semua yang ia rasakan dengan cara memendamnya.

“Aku mencintaimu, Sungmin-hyung.”

ToBeCont

9 thoughts on “High School Series: Memories [Chapter 7]

  1. akhir’y kyupil maju juga buat nyatain cinta,,,,
    aduh kenapa dichap ini gk ada yewon momenya sama sekali

    semoga chap dpan yewon momennya lebih banyak

  2. Wah br bc ff ini dr chap 1 smp 7 skrg ternyata crtnya menarik bgt. Krin awalnya ff ini kyusung ternyata mlh jd cinta segi empat gn yah. Wkt chap2 awal rada bingung sih tp dh skrg dh mulai ke jwb dh sdkt2.
    Kasian sih klo jd sungmin cm utk ff ini berhrp yewon cpt berst dh ‘n kyumin jg bs mulai membuka lembaran br.
    Ditunggu chap selnjtnya

    1. Terima kasih sudah menyempatkan diri untuk membaca^^
      Kisah cinta segi empat yang berantakan XD
      Akan saya usahakan secepat mungkin, gomawo><

  3. Wahh,,,akhirnya kyu ngungkapin prasaanya ma sungmin,,,kyu daebak!!! Kyanya pelan2 smua bs kmbli membaik,,ahh snangnya!! Palli lnjut!!!!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s