High School Series: Memories [Chapter 9]

High School Series: Memories

Track 9A Goodbye [Super Junior]

[—With the passing of a period of time, I’ll be able to see you.]

.

.

Kim Taeyeon memandangi kakaknya yang terlihat sedikit berbeda.

Ada yang janggal—bukan, semuanya terasa janggal. Musim dingin belum datang, dan Yesung bukan tipe yang senang menggunakan syal terkecuali sedang terserang flu atau demam. Mood kakaknya pun berganti-ganti secepat mengedipkan mata, sedangkan Siwon yang telah diusir beribu kali selalu menolak untuk keluar dari ruangan.

Oppa, waeyo?” Ia bertanya akibat rasa penasaran di ambang batas. Yesung mengerjap bingung, menatap adiknya penuh tanya. “Sikapmu aneh, Oppa.”

“Dia memang selalu aneh, Taeyeon-ah,” tandas Siwon mengundang Yesung melirik sinis. Taeyeon tertawa kecil mendengarnya. Setidaknya Siwon sudah kembali berada di sisi Yesung hingga kakaknya itu tak lagi kesepian—mengingat tanggal debutnya telah ditentukan, ia tak yakin ia bisa menemani kakaknya sebebas yang ia harapkan.

Taeyeon dapat melihat Siwon membisikkan sesuatu di telinga Yesung, menyebabkan wajah sang oppa merah padam dan menunduk dalam diam di tempatnya. Guru merangkap teman kecil kakaknya itu berpamitan dan meninggalkan ruangan tak lama kemudian, menyisakannya dan Yesung di dalam sana.

“Apa yang Siwon-oppa katakan hingga membuat wajahmu merona, Oppa?” Taeyeon dapat melihat Yesung mengalihkan pandangan ke arah lain, wajahnya cemberut namun terlihat menggemaskan—ekspresi yang jarang dapat ia lihat.

“Bukan hal penting, tak usah dipikirkan,” jawab Yesung kesal. “Jadi, bagaimana? Apakah menjadi penyanyi menyenangkan?”

Taeyeon menyengir sekilas. “Aku belum menjadi seorang penyanyi,” koreksinya sebelum melirik ke atas dan berpikir sesaat. “Tapi sejauh ini semuanya berjalan menyenangkan!” sambungnya antusias.

Namun beberapa detik setelahnya, Taeyeon menghela napas. “Tapi, Oppa, agensi bilang aku harus berhenti dari sekolah dan mengikuti home-schooling. Eotteoke?” Sinar dalam matanya meredup. “Jika aku melakukannya, akan semakin sulit bertemu denganmu.”

Yesung meraih tangan adiknya, menggenggam erat seolah tengah menyalurkan tenaga dan semangat. “Selalu harus ada pengorbanan dalam mencapai suatu hal, Taeyeon-ah. Kau harus memilih yang terbaik untukmu. Lagipula aku pasti akan menemuimu kapan pun kau menghubungiku.”

#

“Kau telah mengatakannya pada Sunny?”

Sungmin mengangguk pelan, lalu menyuapkan sesendok sereal ke dalam mulut kecilnya. “Dia menangis kemarin, dan aku cukup bersalah karenanya. Tapi… kau tahu, ini pilihanku,” ujarnya tanpa mengalihkan pandangan.

Kyuhyun berdecak kagum. Sungmin yang ia tahu sangatlah lemah di hadapan adik kecilnya—Sunny. Kyuhyun bahkan tak yakin Sungmin bisa menolak jika Sunny telah melakukan aegyo di depannya. Tapi kali ini adik kecilnya itu menangis, dan Sungmin bersikeras mempertahankan apa yang telah ia pikirkan.

“Kau baik-baik saja, ‘kan, Hyung?”

“Tidak. Tapi karena kau ada, aku pasti akan baik-baik saja.”

Yang lebih muda menghela napas. Kyuhyun mengulurkan tangannya, membersihkan noda susu di sudut bibir namja di hadapannya. Sungmin tersenyum kecil seraya mengucapkan terima kasih. Setelahnya, keduanya larut oleh sarapan pagi mereka yang terlambat.

Hyung, tentang pernyataanku…” Kyuhyun memulai, lalu mendapati dirinya menjadi pusat perhatian Sungmin sepenuhnya. “Kau tidak menjawab seperti itu karena terpaksa, bukan?” tanyanya ragu; takut menyinggung perasaan satu sama lain.

Sungmin mengedipkan matanya polos, lalu menggelengkan kepala. “Tentu saja tidak, Kyu,” jawabnya tanpa ragu. “Bagaimana denganmu? Apakah kau terpaksa ikut denganku ke Jepang?”

Si pemilik surai ikal tersenyum, menyendok sereal sebelum menyuapkannya pada Sungmin yang membuka mulut dengan senang hati. “Aku sudah berjanji akan terus berada di sisimu, Hyung,” ucapnya bersamaan dengan bunyi bel masuk yang berdering nyaring.

“Kau benar…” Sungmin balas memandang Kyuhyun yang tengah memperhatikannya, berharap wajahnya takkan bersemu ketika mengatakan, “Jangan pernah tinggalkan aku, Kyu.”

Kyuhyun tahu Sungmin sangatlah rapuh sekarang. Sulit baginya untuk percaya pada siapa pun, namun dikarenakan itulah ia akan terus berada di sisi namja yang ia cintai itu. Kyuhyun takkan pernah meninggalkan Sungmin selamanya, dan semua itu mutlak karena ia mencintainya.

Sesederhana itu.

“Dan jangan pernah tinggalkan aku, Hyung.”

#

Siwon memasuki ruangan Yesung setelah jadwal mengajarnya selesai. Ia dapat melihat teman kecilnya itu tengah mengerjakan sesuatu dengan ear-phone menyumpal telinganya. Kakinya melangkah perlahan, bermaksud mengejutkan Yesung jika saja yang bersangkutan tak berkata, “Aku tahu kau berada di sana, Choi Siwon.”

Namja Choi itu mencibir sebelum berakhir menyingkirkan segala kertas di atas meja, lalu mendudukkan dirinya di atas sana—menghadap si pemilik ruangan. Yesung menengadah, memandang wajah Siwon yang baginya semakin menyebalkan, kemudian melemparkan tatapan yang seolah berkata sebenarnya-apa-maumu seandainya tatapan bisa berbicara.

“Padahal tadi malam kau begitu manis, Yesung-ah,” goda yang lebih muda dengan nada lugu dibuat-buat. Yesung menahan napas, berusaha tak menanggapi semampunya. Ia berdeham, lalu mengencangkan volume hingga batas maksimal. Apa saja asal tak mendengar godaan Siwon yang sama menyebalkannya dengan si pemilik suara.

“Kenapa kau menggunakan syal, hm?” Siwon meraih syal merah yang Yesung gunakan, melepasnya dengan sekali gerakan. Ia dapat melihat beberapa tanda keunguan di balik sana—hasil kerjanya semalam.

“Apa yang kau lakukan?” Sang Kim bangkit secara spontan, agak meringis ketika merasakan perih di bagian bawah tubuhnya. Ini gila. Sialan, batinnya dalam hati. Dengan kasar ia melepas ear-phone yang ia kenakan, meletakkan benda favoritnya itu di atas meja, lalu berusaha meraih syalnya yang Siwon lepaskan.

—Namun berakhir tersandung kakinya sendiri, kemudian jatuh dalam pelukan Siwon yang dengan cekatan menangkapnya.

“Kenapa kau ceroboh sekali?” sindir namja yang lebih tinggi. Siwon mengangkat Yesung dan mendudukkan lelaki itu di atas pangkuannya, lalu memberi pelukan erat yang mustahil untuk dilepaskan. “Aku semakin mencintaimu, Hyung-ah~”

Yesung mendecih pelan, masih berusaha melepaskan pelukan pemuda yang kini memangkunya. Ia merasa begitu kesal dan bodoh di saat yang bersamaan, tapi tak dapat memungkiri bahwa kini ia mulai menyukai perilaku Siwon pada dirinya—atau mungkin sejak dulu, karena ia tak pernah benar-benar menolak.

“Apakah Sungmin tak pernah mengunjungimu lagi?”

Siwon dapat merasakan pemberontakan Yesung terhenti setelah mendengar pertanyaannya. Ia juga dapat merasakan tangan Yesung meremas lengan pakaiannya. Topik mengenai Sungmin menjadi hal sensitif bagi Yesung sekarang—Siwon tahu alasannya; Yesung tak tahu harus berbuat apa.

“Semuanya akan kembali seperti semula, Hyung,” gumamnya meyakinkan. Namun Siwon bahkan tak tahu yang mana titik semula yang ia maksud. Titik di mana Sungmin memendam perasaannya? Atau titik ketika mereka bercanda bersama tanpa mengetahui arti dari perasaan bernama cinta?

Yesung memilih diam, memejamkan mata, dan berharap. Berharap segalanya membaik, berharap ia memiliki keberanian untuk memulai, berharap Sungmin dan dirinya dapat bersikap seperti semula, berharap semuanya akan baik-baik saja.

Mereka semua mengawalinya dengan bahagia. Jadi, tak ada salahnya mengharapkan akhir yang serupa, bukan?

“Aku mencintaimu, Hyung. Tak peduli harus menunggumu membalas pernyataanku entah berapa lama. Aku mencintaimu.”

“Kau ini…” Yesung menoleh, mengerjap mendapati wajah Siwon yang nyaris tak berjarak dengan wajahnya. “…menyedihkan sekali,” lanjutnya melalui sebuah bisikan. Sepasang mata sipitnya menatap mata Siwon tanpa berkedip; terhanyut di dalamnya tanpa sadar.

Memilih untuk bersikap manis, Siwon mengecup kedua kelopak mata Yesung bergantian. “Karena itu katakan bahwa kau juga mencintaiku,” tuntutnya dengan nada kesal yang tak serius. Yesung tersenyum miring, memilih untuk tak acuh dan meraih ipod-nya yang sempat terlupakan.

Ya, Yesung-ah!

#

Sungmin ingat kapan terakhir kali ia berada di sini.

Helaan napas terdengar, tak lama kemudian ia kembali menarik napasnya dalam. Di depan matanya terlihat sebuah pintu kamar yang mana milik Yesung dan Siwon—ini tempat di mana ia menyatakan perasaannya beberapa waktu lalu, tempat di mana ia mengakhiri perasaannya, namun berakhir tak mengakhiri apa pun.

Sekarang, apa yang seharusnya ia selesaikan harus ia selesaikan.

Namja Lee itu kembali menghela napas. Bebannya tak seberat saat itu, segalanya telah lebih baik sekarang; termasuk perasaannya. Ia yakin ia bisa melepaskan Yesung tanpa tangisan kali ini—atau mungkin tidak. Entahlah, perpisahan selalu menyakitkan.

Ini bukan perpisahan selamanya, ‘kan?

Bunyi ketukan pintu yang berasal dari gerakan tangannya menggema beberapa kali. Sungmin dapat mendengar suara Yesung yang berkata, “Tunggu sebentar!” Beserta derap langkah hyung yang dicintainya berjalan mendekat. Degup jantungnya berpacu melebihi batas normal, sedikit menyesal karena menolak tawaran Kyuhyun untuk menemaninya.

“Sungmin-ah?”

Sang dongsaeng meringis kaku, merasa canggung setelah lebih dari seminggu tak melihat kakaknya. Yesung masih sama—mata sipitnya, suara yang dicintainya, ekspresi minimnya… Sungmin yakin ia akan merindukan semua itu nantinya.

Hyung-ah? Boleh aku berbicara sebentar?” Matanya membulat lucu, kebiasaan yang ia lakukan ketika bingung. “Ah, tidak perlu masuk. Cukup di sini saja,” ujarnya spontan ketika Yesung hendak menawarkan dirinya masuk.

Sungmin menarik napas, berusaha memulai apa yang akan diakhirinya. “Aku… akan pindah ke Jepang, Hyung. Kyuhyun bilang dia akan ikut denganku.” Ia tak membiarkan Yesung mengeluarkan suara dan bertanya, setidaknya belum. “Memang cukup mendadak, tapi aku telah memikirkannya selama beberapa hari. Kurasa aku… membutuhkan beberapa waktu tanpamu.”

Perpisahan selalu menyakitkan. Sungmin benci perpisahan—terutama ketika ia harus berpisah dengan Yesung dulu. Namun sekarang, mau tak mau ia harus mengalaminya lagi. “Aku mencintaimu, Hyung. Maafkan aku,” gumamnya tulus, kali ini dengan senyuman. “Tapi kita tak bisa. Maksudku, aku sadar, kau tak memiliki perasaan lebih padaku, dan kau adalah kakak kandungku. Jadi, aku mengerti.”

Memang sakit saat mengatakannya, batin Sungmin pahit. “Terima kasih untuk selama ini, Hyung. Kau kakak terbaik bagiku, selamanya akan seperti itu.” Si namja Lee menggigit bagian bawah bibirnya, menahan air mata yang nyaris keluar. “Ini akan menjadi terakhir kalinya aku mengatakannya. Aku mencintaimu.”

Yesung tak tahu harus mengatakan apa. Semuanya terjadi begitu cepat. Sebentar lagi ia harus kehilangan Sungmin dan tak ada yang bisa ia salahkan—siapa? Salahnya kah hingga Sungmin mencintainya? Yesung menarik dongsaeng-nya ke dalam sebuah pelukan. Hanya itu yang bisa ia lakukan.

“Kapan kau akan pergi?” Ia dapat merasakan Sungmin membalas pelukannya. Demi Tuhan, bagi Yesung, pelukan yang kini ia lakukan adalah pelukan paling menyiksanya—tak ada kehangatan, hanya ada rasa takut akan perpisahan; persis seperti ketika ia melepas Sungmin untuk dibawa oleh ayah mereka.

“Besok.” Sungmin dapat merasakan pelukan Yesung yang semakin erat. Ia telah berkali-kali berjanji untuk tak menangis dikarenakan kakaknya, tapi lagi-lagi ia melanggar janji itu dengan mudah. “Berbahagialah, Hyung. Dengan Siwon-hyung, atau siapa pun. Aku akan mendukungmu.”

Yesung tak tahu sejak kapan Sungmin menjadi setegar ini. Ia melepaskan pelukan mereka perlahan, dengan sangat berat. Kedua tangannya masih setia berada di pundak Sungmin. Yesung mengamati wajah manis adiknya lama. Ia pasti akan merindukan mata bulat Sungmin yang mengerjap lucu, pipi chubby-nya, bibirnya yang mengerucut ketika kesal…

“Maafkan aku karena telah menyakitimu. Aku juga mencintaimu, Dongsaeng-ah.”

Dulu, Sungmin selalu berharap tertawan di tiap saat Yesung berkata bahwa ia mencintainya. Tapi sekarang tidak. Kata cinta yang Yesung katakan akan selalu sebatas pernyataan cinta seorang saudara—takkan pernah lebih sampai kapan pun juga. Dan kata cinta yang ia katakan haruslah berartikan hal yang sama.

Maaf dan terima kasih…”

Satu kalimat penutup itu keduanya ucapkan secara bersamaan—di dalam hati masing-masing, dengan tulus, juga diselingi sejuta makna.

#

Pesawat yang dinaiki Sungmin dan Kyuhyun akan meninggalkan Korea sesaat lagi. Sungmin memandang ke sekitar—di sana ada ibu tirinya dan orang tua Kyuhyun, Sunny, Siwon, Taeyeon, dan tentu saja orang yang paling ia harapkan keberadaannya, Yesung.

Entah berapa lama ia akan meninggalkan negara ini. Sungmin bersikeras menolak untuk kembali sebelum urusan sekolah dan kuliahnya selesai nanti. Ia butuh waktu yang cukup untuk melupakan dan berpaling. Waktu yang sangat cukup.

“Aku akan mengunjungimu tiap bulannya, Oppa.”

“Kupegang janjimu.”

Melihat Sungmin sibuk dengan Sunny, Kyuhyun menghampiri Siwon yang tersenyum hangat. Ia mendapati tangan kakak sepupunya itu mendarat di kepalanya, menepuknya beberapa kali dengan pelan. “Semoga sukses.” Kyuhyun mengangguk kecil, lalu memeluk singkat namja yang telah ia anggap kakak kandungnya itu.

“Kau akan kehilangan tempatmu bercerita, Hyung,” candanya diselingi tawa kecil. Siwon merespon dengan, “Aku bisa menelponmu!” Yang menyebabkan tawa keduanya meledak.

Taeyeon melirik Yesung yang terlihat murung. Ia menggenggam tangan kakaknya kuat, kemudian tersenyum manis ketika Yesung menatapnya. Oppa, Sungmin-oppa akan kembali, kau tak perlu bersedih, bisiknya dalam hati—berusaha menyampaikannya pada sang kakak lewat tatapan mata.

“Sudah saatnya,” gumam Kyuhyun ketika mendengar informasi bahwa pesawat yang ia dan Sungmin naiki akan segera lepas landas. Namja Cho itu meraih tas ransel yang berisikan gadget tercintanya, lalu menghampiri orang tuanya untuk menyampaikan salam perpisahan.

Sungmin melakukan hal yang sama. Setelah memeluk ibunya, ia melirik Yesung yang berdiri di samping Taeyeon. Ia berjalan mendekati kakak beradik tiri itu, cemberut ketika melihat wajah tak bersemangat Yesung. “Aku bukan akan mati, Hyung. Kita masih bisa bertemu.”

Yang lebih tua tersenyum sendu. “Bukan berarti kau akan mengizinkanku untuk mengunjungimu di sana, ‘kan?” tanyanya yang dibalas oleh helaan napas Sungmin. “Baiklah, ini perpisahan kedua kita, Sungmin-ah. Perpisahan singkat,” lanjutnya seraya mencubit pipi adik kandungnya gemas.

Yeah.” Sungmin dapat mendengar Kyuhyun menyerukan namanya; mereka hampir tertinggal pesawat. “Sampai jumpa, Hyung-ah.” —Aku ingin memelukmu, tapi hal itu pasti membuatku semakin sulit meninggalkanmu.

“Sampai jumpa, Dongsaeng-ah.” —Aku ingin memelukmu, tapi hal itu pasti membuatku seolah akan benar-benar kehilanganmu.

Taeyeon mengeratkan genggaman tangannya pada Yesung. Ia tahu ada yang salah. Ia selalu tahu. Sedangkan Sunny menepuk pundaknya dari belakang, menatapnya dengan tatapan bahwa ia juga tahu bahwa ada yang salah di antara kakak mereka.

Mereka selalu tahu.

#

Siwon mendudukkan dirinya di hadapan Yesung yang terduduk di kursi sebuah kafe. Keduanya memilih untuk diam dan menikmati kopi yang telah dipesan, larut dalam pikiran masing-masing, tidak sedang dalam mood yang baik untuk menghibur satu sama lain.

“Pada akhirnya aku tak mengatakannya.”

Kalimat itu tentu saja Siwon dengar dengan jelas. Pemuda Choi itu mengaduk kopinya tanpa maksud tertentu, memandangi asap yang menunjukkan betapa panasnya minuman yang ia pesan. “Mengatakan apa? Bahwa kau pernah mencintainya seperti dia mencintaimu?”

Yesung melirik singkat sebelum kembali memusatkan pandangannya ke luar jendela. “Kau memang selalu tahu,” ucapnya dengan senyum meremehkan. Mata hazel-nya memperhatikan setiap kendaraan dan pejalan kaki di luar sana—terserah, ia butuh pengalih pikiran sekarang.

“Kalian memang hebat. Ah, tapi Sungmin-ah masih lebih hebat sepertinya,” komentar Siwon kagum—entah bermaksud apa. “Lebih lama, lebih dalam, dan berhasil menyatakan,” sambungnya pelan.

“Kau benar. Jika saat itu—”

“—Aku tak menyatakan perasaanku padamu, kau pasti masih mencintainya.”

Si namja Kim mengalihkan pandangan matanya, kemudian menatap Siwon jengah. “Sejak kapan kau tahu?” Tangannya meraih minuman yang ia pesan, menghirup aromanya sebelum meneguk cairan berwarna coklat itu perlahan.

Siwon menyeringai, merasa menang dikarenakan berhasil mendapatkan perhatian Yesung sekarang. “Di saat aku menghindarimu, aku berpikir sangat banyak, Hyung-ah.” Ia menjawab tenang—itu sebuah kejujuran, sebenarnya.

Ia berpikir panjang mengenai mengapa Yesung tak pernah menolak perlakuannya, namun mengabaikan perasaannya. Tentang Yesung yang tahu mengenai perasaan Sungmin namun memilih diam. Tentang Yesung yang sering melupakan hubungan darahnya dan Sungmin. Tentang… semuanya.

“Kau mencintai Sungmin, tapi kau tahu perasaanmu salah—karena itu kau lebih sering menghabiskan waktumu denganku. Lalu ketika aku menyatakan perasaanku, kau sering memikirkannya hingga perasaanmu pada Sungmin perlahan mulai terlupakan. Aku benar, bukan?”

Yesung tersenyum samar, membenarkan. Terkadang Siwon bisa menjadi orang yang sangat mengerikan—seperti sekarang; lelaki itu berpikir dan menggabungkan semua opini dan kemungkinan dalam otaknya, lalu entah bagaimana, hasil pemikirannya dapat menjadi sebuah fakta.

“Sekarang semua itu sudah tidak penting lagi.” Yesung menghela napas, kembali melemparkan pandangannya ke luar jendela. “Sungmin sudah pergi karena aku menyakitinya tanpa sadar. Bagaimana jika dia membenciku ketika kembali nanti?”

Siwon menyentil dahi Yesung kesal. “Jangan berpikir yang tidak-tidak.” Ia bangkit, meraih buku menu untuk menutupi tindakannya selanjutnya—mengecup dahi Yesung yang memerah akibat sentilan jarinya. “Mulai sekarang, kau tak perlu mengkhawatirkan apapun. Sungmin akan kembali dan bersikap normal. Kau hanya harus menunggunya pulang,” ucap Siwon meyakinkan.

Yesung mendengus. Mengabaikan rona di wajahnya, juga degupan jantungnya yang lagi-lagi menggila. “Hm. Kau benar.”

ToBeContinue

Sebenarnya saya sudah hilang feel sama fict ini huhu (karena penulisannya bukan ‘saya yang sekarang’ banget, dan kalau di-edit ulang pasti berpengaruh dengan plotnya) tapi karena terlanjur di-publish… sisa satu chapter!^^

5 thoughts on “High School Series: Memories [Chapter 9]

  1. Perpisahan lg???
    huhh, aq bnci itu.,
    .
    v aq ska yewon moment’a.,
    akhr’a siwon brhasil dptn yesung.,
    next ff.,
    .
    sX lg hpy yewon day..:-D

  2. akhir’y update lagi…
    Hmmm…perpisahan ke2 yang tdk lebih baik dari perpisahan pertama
    semoga sungmin bisa perpaling sepenuhnya dari yesung spt yesung,,

    gemezzz!!!kapan yesung bisa munyatakan ‘nado saranghae wonie’
    hehehe

  3. Akh.. perpisahan itu emang menyebalkan.
    tapi, untuk memulai sesuatu yang baru, memulai semua dari awal, menurut aku, perpisahan itu diperlukan.
    perpisahan itu seperti waktu untuk menata hati, perasaan, diri untuk hal baru yang akan terjadi atau pun menghadapi hal yg telah terjadi, yg tak dapat diubah..

    ditunggu chap terakhirnya.. ^^

  4. mmmm melepas orang yang kita cintai memang sulit

    bukan lembaran baru yesung oppa hhihi tentunya bersama siwon
    kyu semangat ya jaga sungmin disana ngga da usaha yang sia-sia semangat …….

    next ya thor hihhihihi

  5. Hmm,,perpishan slalu menykitkn,,,smg sungmin bnr2 bs lepas dr perasaany,,,,spya ga da yg trskiti lg,,spya kmbali sprti smula,,,,ahh trnyata yesung jg prnah cinta ma sungmin jg,,,hmmm love always complicated……tinggal nunngu Ending aja…pallliiiii

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s