Speak Now
Track 3 – Back to December [KyuMin/AU]
[—You gave me all your love, and all I gave you was goodbye.]
.
.
Cho Kyuhyun membiarkan sayap hitamnya mengembang, memperlihatkan helai hitam angkuh yang seolah menentang alam. Di atas sebuah gedung konstruksi yang bertahun-tahun tak jua selesai dibangun, ia berdiri tegak. Sepasang mata onyx-nya memandangi seluruh sudut kota yang dipenuhi manusia dengan berbagai aktivitas. Identiknya malam dengan gelap pun perlahan hilang—gemerlap lampu menggantikan matahari dengan mudahnya.
Kecelakaan lalu lintas yang menjadi kerumunan dan penyebab kemacatan tak luput dari penglihatannya. Dengan satu lompatan, Kyuhyun mendarat di atas tanah tanpa adanya hambatan. Pukul delapan lewat lima belas. Ia mengulurkan tangan, meraih sabit yang seketika berada tepat di depan tangannya. Di hadapannya, tampak jiwa tak kasat mata yang berdiri di dekat sebuah raga nyaris tak bernyawa—Kyuhyun tak mau ambil pusing meladeni pertanyaan sang jiwa yang panik dan tampak shock berat.
“To-tolong aku! Siapa pun yang dapat melihatku!” seru calon targetnya dengan suara gemetar yang kentara. “Ka-kau! Siapa kau? Apa yang akan kau lakukan padaku?”
Kyuhyun berjalan mendekat, menatap jiwa di hadapannya tanpa emosi, rasa prihatin maupun kasihan. Menangani kasus semacam ini selalu berhasil membuatnya muak dan lelah. Jika diperbolehkan memilih, maka ia akan memilih kasus di mana sang jiwa hanya akan diam dan menerima kenyataan.
“Namaku Kyuhyun. Akulah yang akan mencabut nyawamu dan mengirimkanmu ke dunia sana,” jelasnya sesuai dengan protokol yang diciptakan. Protokol konyol yang tak ada gunanya. Belum sempat sang jiwa memberontak, Kyuhyun lebih dahulu mengayunkan sabit dengan gesitnya. Pukul delapan lewat delapan belas. Nyawa lain ia renggut tanpa belas kasihan.
Di balik kerumunan manusia yang menjadikan raga tak bernyawa itu pusat perhatian, Kyuhyun dapat melihat sosok malaikat lain tengah memandanginya dengan pandangan… yang terlalu terbaca jelas. Malaikat berkeperawakan berbanding terbalik dengannya itu melemparkan senyum kecil dipaksakan sebelum membalikkan badan.
Kyuhyun tak tahu mengapa ia merasa kesal dan ingin marah.
“Apa yang kau lakukan di sini?” Suara dingin itu terdengar begitu mengintimidasi, menyebabkan malaikat dengan tubuh manusia normal itu menunduk dalam. Kyuhyun bahkan tak tahu mengapa ia merepotkan diri dengan berpindah tempat tepat di hadapan si pemuda mungil yang merupakan malaikat penjaga.
Seraya mencengkram erat syal merah tua yang digunakannya, Lee Sungmin menarik napas dalam. “Aku… O-orang yang kau cabut nyawanya—aku bertugas untuk menjaganya,” Ia menjawab dengan suara pelan, namun memastikan Kyuhyun dapat mendengar apa yang ia katakan.
“Heh. Kau memperhatikanku,” Kyuhyun mengangkat wajah Sungmin menggunakan sabitnya, membiarkan sepasang mata bulat itu menatap wajahnya yang tak menunjukkan ketertarikan. “Kau memperhatikanku, Lee Sungmin. Bukan manusia yang kau jaga itu!”
Nada suara yang meninggi berada di luar kontrol Kyuhyun sendiri. Meski tak menyesali apa yang baru saja ia lakukan, kejanggalan terasa jelas dan ia mengakuinya. Kenapa ia begitu membenci sosok penuh kebaikan hati di hadapannya ini? Kenapa ia begitu marah ketika mendapati Sungmin memandangnya dengan tatapan penuh kepedulian dan kasih sayang?
“Aku tak membutuhkan rasa simpatimu, Lee Sungmin,” desis Kyuhyun sebelum melemparkan sabitnya ke sembarang arah, membiarkan benda tajam itu menghilang begitu saja. “Malaikat dengan sosok manusia sepertimu…” Pemilik iris hitam itu menggeram, rasa kesal membuncah dalam dirinya. “Aku tak membutuhkanmu.”
Lee Sungmin kembali menunduk, tak berani membalas pandangan penuh kebencian Kyuhyun yang terlihat jelas. Kalimat-kalimat menyakitkan malaikat itu terus terdengar di telinganya. Ia berada di sini bukan untuk mendengar kalimat yang ditujukan untuk merendahkan dirinya seperti itu. Sungmin berada di sini untuk mengantarkan manusia yang ia jaga menuju maut, berpulang ke tangan Tuhan. Namun karena sosok itu Kyuhyun… Sungmin melakukan kesalahan kecil yang kini berakibat fatal.
“Kau tahu mengapa aku tak membutuhkanmu?”
Lee Sungmin menahan napas tanpa sadar, memejamkan mata erat seolah enggan melihat dunia selamanya. Rasa sakit itu datang, sesak di dadanya membuatnya ingin mati untuk kedua kali. Tubuhnya yang berwujud layaknya manusia normal terlihat ringkih—di tengah keramaian kota, salju pertama, suara ambulans, tangisan ataupun canda tawa, ia merasa ingin meringkuk dan menyendiri.
Tubuhnya bergetar hebat, napasnya tersengal—penolakan tak pernah menjadi pengalaman yang menyenangkan, bahkan rasa sakit yang ia rasa terasa terlampau nyata. Sosok yang ia kagumi itu tak menorehkan luka fisik, tapi ia tahu ada rasa perih bukan main di dalam dadanya.
Tak sempat menikmati kehidupan akibat langsung meninggalkan dunia tepat setelah dilahirkan menyebabkan Sungmin mendapatkan kehidupan kedua. Ia tak hidup kembali sebagai manusia, namun sebagai malaikat penjaga yang bertugas untuk melindungi orang-orang tertentu di dunia. Ia mendapatkan tubuh lelaki remaja, menjalani kehidupan normal manusia agar mengerti keseharian orang-orang yang dilindunginya; tapi masalah datang ketika layaknya manusia normal, berbagai perasaan menghampirinya.
Ia jatuh cinta—sesuatu yang tak seharusnya ia lakukan—pada seorang malikat berhati layaknya baja.
Sungmin tersenyum miris, bahkan ia tak yakin malaikat memiliki hati. Atau mungkin, hanya para malaikat pelindung lah yang memiliki sedikit hati dan perasaan; karena mereka bertugas untuk mendampingi manusia secara frontal, diwajibkan beradaptasi agar tak tampak berbeda.
Lalu, apa yang membedakannya dengan manusia sekarang? Sungmin merasa frustasi, hari-hari yang ia jalani jauh lebih berat daripada mati dan tak kembali. Ia harus tersenyum setiap hari, mendukung orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, padalah ia sendiri tak dapat mengatasi masalah pribadi.
“Malaikat tak butuh cinta. Malaikat tak mengenal cinta, Min. Kita takkan mati hanya karena tak ada cinta.”
Kalimat itu menamparnya entah untuk ke berapa kali. Malaikat tak mengenal cinta. Sungmin bertanya-tanya, mengapa ia mengenal cinta di saat ia jugalah seorang malaikat? Atau mungkinkah Tuhan tengah mengujinya agar ia menjadi malaikat yang sebenarnya?
Sang malaikat jatuh terduduk lemah, entah mengapa merasa begitu tak berdaya.
“Kau—“ Kyuhyun berbalik, bermaksud untuk meninggalkan Sungmin yang baginya begitu menyedihkan. “Menghilanglah dari hadapanku dan jangan pernah,” Ia melakukan penegasan dalam kalimatnya, telak. “Jangan pernah membuatku melakukan ini lagi padamu.”
Tak ada jawaban. Tak ada helaan napas tertahan atau apapun setelahnya. Kyuhyun tak dapat menahan dirinya untuk tidak menoleh, memastikan apa yang kini Lee Sungmin lakukan. Sepasang matanya tak menemukan sosok itu di mana pun sejurus kemudian—hanya angin dingin, tumpukan salju yang sebelumnya nihil, dan sehelai sayap putih.
Sungmin menghilang, dan Kyuhyun tak pernah menemukannya lagi di mana pun juga.
Desember itu, entah mengapa ia merasakan beban baru yang menghantuinya.
.
.
.
—Penyesalan.
FIN
Credit title: Taylor Swift’s Third Album – Speak Now; Speak Now & Back to December
Ketika sebuah fic multi-chapter gagal dan dipaksakan untuk diringkas menjadi sebuah ficlet, maka inilah yang terjadi.. /guilty