Speak Now: Innocent

Speak Now

Track 11Innocent [HaeMin/AU]

[—It’s never too late to get it back.]

.

.

Donghae merasa ia pernah bertemu sosok di hadapannya, entah kapan dan di mana.

Senyumnya, perilakunya, tatapan matanya… segalanya begitu familiar dan tanpa alasan tertentu, Donghae merasakan sebuah kerinduan yang mendalam. Sebuah kerinduan yang mendesak dirinya untuk merengkuh erat sosok itu tanpa berpikir panjang.

Namun di luar perkiraan, tak ada penolakan kasar yang ia terima. Pemuda yang berada dalam pelukannya tersenyum, bergeming dan tak melakukan apapun, membiarkan Donghae memeluknya erat seolah hari esok takkan datang. Tanpa rasa enggan dan keberatan sedikit pun juga.

“Kenapa… diam saja?”

“Kau akan melepasku jika aku memberontak?”

Donghae berpikir keras; sebenarnya ia tak mengerti kenapa ia harus berpikir demi menjawab sebuah pertanyaan mudah. Ia juga tak mengerti mengapa suara lembut yang ia dengar seolah mengacaukan pikirannya sekejap mata.

Ada yang aneh dengan… Donghae tak tahu di mana letak keanehan yang terjadi sekarang. Apakah hanya dirinya, seseorang dalam pelukannya, atau lingkungan sekitarnya? Atau mungkin sebenarnya tak ada keanehan?

“Hei, kenapa kau tak menjawab pertanyaanku?” Sungmin—sang pemuda yang berada di dalam pelukan Donghae—senantiasa mengembangkan senyuman. “Apakah kau akan melepasakanku jika—”

“Tidak,” gumam Donghae tegas seraya mengeratkan pelukannya. Sungmin meringis akibat pelukan yang ia dapatkan semakin menyesakkan, namun tetap tersenyum setelahnya. Kedua tangannya ia gunakan untuk membalas pelukan Donghae, menimbulkan dentuman menyenangkan dalam dadanya.

Ini aneh. Seharusnya Donghae tak boleh memeluk sembarang orang—bahkan ia tak mengenal siapa Sungmin—dan menurutnya, sangat tak masuk akal jika sosok pirang dalam rengkuhannya berbalik membalas pelukannya. Dan ini hangat. Kenapa pelukan orang asing bisa terasa sehangat ini?

Sungmin melepaskan dirinya dari pelukan Donghae secara perlahan, tertawa kecil mendapati raut kecewa si lelaki bermarga sama dengannya. Tangannya berayun, mengajak Donghae untuk duduk di atas tempat tidur; ia baru saja datang dan langsung disambut sebuah pelukan mendadak.

Sebuah pelukan yang amat ia rindukan, sebenarnya.

“Kau… siapa?” tanya Donghae setelah duduk di sisi Sungmin. Ia tak lagi peduli terhadap peraturan tak tertulis mengenai tak boleh mempersilakan orang asing masuk ke dalam kamar. Dalam sekejap, ia merasa bahwa ia perlu tahu segala hal mengenai Sungmin, tanpa terkecuali.

Ada yang ia lupakan. Donghae tersentak ketika mata bulat Sungmin mengerjap kecewa. Ia semakin yakin ada suatu hal yang terlupakan di saat pemuda pirang di sampingnya mengerucutkan bibir, menoleh ke arah lain akibat kesal karena tak dikenali.

“Bukan berarti setelah beberapa belas tahun berlalu kau boleh melupakanku,” ucap Sungmin, masih menolak untuk menatap Donghae yang merasa bersalah. “Tapi… yah, biarkan aku sedikit bercerita.”

Wajah manis sang pengguna kaos merah muda dapat kembali Donghae perhatikan dengan jelas. Senyumannya telah hilang, namun ia tetap tak dapat mengalihkan perhatian meski hanya sejenak. “Aku punya seorang teman kecil yang terus berada di dekatku, menolak untuk menjauh meski hanya beberapa menit, mengikuti semua kursus yang kuikuti…” Sungmin meringis, “Bahkan bersedia mengorbankan dirinya untuk menggantikan diriku yang hampir tertabrak mobil.”

Donghae terbelalak—semua ingatan mengenai Lee Sungmin berputar dalam benaknya. “Dia tak pernah membiarkanku melakukan hal yang merepotkan, terus mendukungku ketika aku nyaris meneteskan air mata. Teman yang baik, bukan?”

Senyuman yang baru beberapa detik Sungmin tunjukkan menghilang dalam sekejap ketika mendapati Donghae menyeringai, menyebabkan dirinya menyesal telah berbicara terlalu banyak. “Intinya—” satu tarikan napas. “—Aku harus pindah ke luar kota hingga terpaksa berpisah dengannya. Dia menangis, kau tahu?” candanya dengan kekehan kecil.

“Apa yang terjadi setelahnya?” Donghae memiringkan kepala, bertanya seolah sama sekali tak tahu apa yang terjadi. “Kau tidak mungkin putus kontak dan menjalani hidup tanpa mendapat kabar darinya, bukan?”

Satu anggukan dari Sungmin. “Sayangnya itulah yang terjadi,” gumamnya dengan nada sedih yang dipaksakan. “Setelah berpisah sangat lama, akhirnya aku berhasil bertemu kembali dengannya. Tapi ternyata dia tak mengenalku, lalu apa yang bisa kulakukan?” tanyanya seraya menghela napas.

Donghae menarik Sungmin ke dalam pelukannya, kali ini sebuah pelukan yang tak lagi terasa janggal. “Akhirnya kau kembali,” bisiknya dengan segenap perasaan. Tak ada lagi kebingungan yang melanda, dan berkebalikan dengan sebelumnya, kini semua terasa benar.

“Jahat sekali kau melupakanku,” Sungmin kembali membalas pelukan hangat yang Donghae berikan. Senyumannya kembali terlihat, kali ini lebih indah dan tanpa beban. Penantiannya telah menemukan sebuah akhir yang indah.

“Mana mungkin kau tak berubah setelah berbelas tahun berlalu,” ujar Donghae membela diri. “Tapi aku langsung memelukmu setelah menatapmu selama beberapa detik, ‘kan? Itu berarti tubuhku mengingatmu, Lee Sungmin,” lanjutnya tenang.

Semua rasa kecewa yang sempat menghampiri Sungmin lenyap dalam seketika. “Konyol sekali,” ia menggerutu, membiarkan pelukan itu kembali terlepas, memberi ruang bagi keduanya menatap sepasang mata satu sama lain selama beberapa saat.

Sungmin masih tersenyum—sebuah senyum yang dapat membuat siapa pun terpesona.

Dan Donghae tak bisa merasa lebih bangga karena menjadi seseorang yang dapat melihatnya dengan jelas.

FIN

Credit title: Taylor Swift’s Third Album – Speak Now; Innocent

My old writing is kinda disgusting and I know it /shrugs

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s