Possession

Berbaring di atas tempat tidur dengan sepasang mata terpejam, Kim Seokjin menyadari bahwa ia berpikir terlalu banyak di saat yang tidak tepat. Kepalanya dipenuhi oleh beragam pernyataan akan hal yang seharusnya ia lakukan, juga pertanyaan mengapa semua situasi dan kondisi ini bisa terjadi pada dirinya. Semua hal yang ia lakukan terasa begitu salah, namun ia mengaku begitu menikmatinya.

Perasaan aneh yang asing akibat seutas tali pita di pergelangan tangannya menimbulkan sedikit rasa antusias yang tidak seharusnya ada. Seokjin sedikit menggerakkan tangannya, ingin merasakan gesekan satin yang membuat jantungnya berdebar keras—seandainya ia memiliki organ tubuh itu.

Tapi Seokjin tidak memiliki jantung. Ia tidak memiliki denyut nadi di pergelangan tangannya. Bahkan seharusnya ia tidak memiliki hati untuk merasakan hal-hal lain selain nafsu seksual.

“Lihat dirimu,” suara rendah di atasnya mengundang Seokjin untuk membuka mata. Sejurus kemudian, ia dapat merasakan hembusan napas panas menerpa kulit lehernya diikuti oleh sebuah kecupan. “Terkulai untukku dengan begitu lemah dan patuh.”

Kalimat itu dengan sukses mengacaukannya. Ia menggigit bagian bawah bibirnya yang bengkak akibat aktivitas mereka sebelumnya—Seokjin menahan diri untuk tidak bersuara, mengingatkan diri bahwa ia masih memiliki harga diri untuk dipertahankan. Kasta mereka jauh berbeda. Ia tidak seharusnya berbaring di sini, di bawah seorang manusia yang terlalu tampan untuk benar-benar ada di dunia. Seharusnya keadaan mereka berbalik sempurna.

Sentuhan di tubuhnya menyebabkan rasa panas menjalar dengan begitu menyiksa. Seokjin hanya bisa menguatkan gigitan pada bibirnya, menatap sayu sosok yang tengah memporak-porandakan jati dirinya. Telapak tangannya terbuka untuk meraih sesuatu—apapun—sebagai pelampiasan, namun nihil. Ikatan di pergelangan tangannya terlalu kuat.

“Aku tahu kau dapat membuka ikatan itu dengan kekuatanmu,” nada menantang yang masuk ke indra pendengarannya menimbulkan getaran adrenalin yang terlalu berlebihan. “Apakah kau akan melakukannya, hm? Melepas ikatan tanganmu dan menyerangku?”

Ya, aku harus melakukan itu, Seokjin dapat mendengar jawaban rasional yang otaknya berikan. Ia dapat merobek pita itu dengan mudah, memutar keadaan secepat membalikkan telapak tangan. Tapi satu bagian dari dalam dirinya, bagian yang kini mendominasi tubuhnya, memilih untuk dengan lemah menggelengkan kepala. “Taehyung…”

Seringai yang ditunjukkan oleh sosok itu, Kim Taehyung, semakin menyebabkan tubuh Seokjin lemas. “Hei, Seokjinie,” bisikan tepat di telinga itu menyebabkan Seokjin mendesah di luar kendalinya. “Kau adalah seorang incubus dan kau memilih untuk berlutut di hadapanku. Bukankah itu menyedihkan?”

Bayangan di mana ia berlutut secara harfiah di hadapan Taehyung menghapuskan semua harga dirinya yang tersisa. Seokjin menatap wajah Taehyung dengan keberanian yang tersisa, mengabaikan rasa panas di wajahnya ketika berkata, “Kumohon, Taehyung-ah…”

Ia tidak ditakdirkan untuk menjadi sosok lemah seperti ini. Seokjin adalah seorang incubus—ia ditakdirkan untuk menggoda manusia, membuat manusia takluk dan terjerat pada pesonanya, lalu menjadikan mereka mangsa untuk bertahan hidup. Incubus selalu memegang kendali, menaklukkan manusia dan melakukan apapun yang mereka sukai.

Namun di sini Seokjin berada sekarang; terbaring dengan kedua tangan diikat di kepala ranjang, memohon pada manusia tanpa ada sedikitpun dorongan untuk memberontak. Untuk pertama kalinya, ia patuh pada manusia dan ingin merasa dikuasai alih-alih memegang kendali.

Taehyung memberikan kecupan dan gigitan yang dapat dipastikan akan membekas di sekujur tubuhnya, mengundang air mata Seokjin untuk menggenang di pelupuk mata. Permainan kecil Taehyung telah berlangsung sangat lama dan ia tak lagi sanggup menerimanya. Mulutnya terbuka untuk memohon, berharap Taehyung akan mengabulkan permintaannya karena ia telah menjadi anak baik, sangat baik, selama berjam-jam belakangan. Air matanya tak lagi dapat ditahan ketika akhirnya Taehyung mengabulkan apa yang ia inginkan.

Tubuhnya bergerak berirama dengan cepat dan desahannya tak lagi dapat ia cegah untuk tedengar. Seokjin terlalu menikmati ini semua, tidak ada satu pun manusia yang dapat memberikan kenikmatan yang Taehyung berikan padanya. Kim Taehyung adalah candunya, sebuah pengecualian dan satu-satunya.

“Kau menyukai ini, bukan? Menjadi lemah dan tidak berdaya untukku,” Seokjin mengangguk cepat, melewatkan ekspresi menawan Taehyung dengan sudut bibirnya yang terangkat. “Memohon dan menangis, begitu hancur dan berantakan akibat sentuhanku. Kau menikmatinya, Seokjinie?”

Seokjin dapat merasakan apa yang disebutkan manusia sebagai rasa malu, namun apa yang Taehyung tawarkan padanya adalah sebuah kenikmatan yang terlalu sempurna untuk ditolak. Ia senang merasa tidak berdaya di hadapan Taehyung, membiarkan lelaki itu mengacaukannya hingga ia tak lagi memikirkan harga diri dan apa yang seharusnya ia lakukan. Menjadi lemah dan patuh pada sosok yang membuatnya ingin melupakan kodrat sebagai seorang pemangsa.

“Kau adalah milikku, Seokjin-ah.”

Sebelum seluruh akal sehatnya menguap, Seokjin mengoreksi dalam dirinya. Bukan, karena untuk yang satu ini, hanya untuk yang satu ini, ia tidak akan membiarkan siapapun mengganggu gugat. Kau adalah milikku.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s