One of These Magical Days – Drabble #2

Sekental apapun darah mereka, Seokjin tahu ia dan Taehyung sangat sangat berbeda.

Taehyung adalah apa yang semua orang bayangkan mengenai sosok menyenangkan. Ramah, mudah bergaul, cerdas, memiliki selera humor yang bagus—dan di atas itu semua, apa adanya.

Taehyung adalah apa yang semua orang bayangkan mengenai sosok kuat. Berani, tegas, memiliki prinsip dan teguh pendirian. Terkadang naif dan cenderung ceroboh, tapi tidak pernah takut untuk bertanggungjawab.

Karenanya Seokjin tahu ketika hari ini tiba dan Topi Seleksi memanggil nama adiknya, sebesar apapun keinginannya untuk mereka berada di asrama yang sama, telinganya takkan mendengar apa yang inginkan.

“Kim Taehyung,” Topi Seleksi tidak menimbang lama. “Gryffindor!”

Wajah Taehyung terlihat kecewa, namun sebelum ia dapat memprotes, Topi Seleksi berkata, “Maaf, Nak. Alasanmu tidak cukup menarik.”

Tentu saja topi picik itu tidak tertarik dengan permintaan Taehyung bergabung di asrama Hufflepuff hanya karena ingin bersama sang kakak. Tentu saja.

Sepasang iris Seokjin bertemu dengan milik adiknya, menggumamkan, tidak apa-apa, kau akan baik-baik saja. Karena tentu, Taehyung pasti akan baik-baik saja. Sembilan puluh delapan persen dapat dipastikan demikian. Adiknya memiliki kepribadian yang mendukungnya untuk beradaptasi dengan mudah.

Mulut Taehyung tidak bergerak untuk mengatakan apapun padanya, alih-alih berjalan menuju meja Gryffindor tanpa melepaskan tatapannya pada sang kakak. Tatapan yang dapat Seokjin artikan sebagai, aku tahu aku akan baik-baik saja, tapi bagaimana denganmu?

Seokjin mungkin tidak baik-baik saja.

“Topi itu benar-benar menyebalkan!” Seru yang lebih muda ketika mereka berjalan beriringan untuk kembali ke asrama masing-masing. “Padahal aku memohon padanya untuk masuk ke Hufflepuff.”

Trik mengenai Topi Seleksi yang dikatakan mempertimbangkan keinginin seseorang untuk masuk ke asrama pilihannya memang sudah menjadi tips umum. Seokjin ingat bagaimana topi itu menghabiskan hampir setengah jam untuk memutuskan antara Hufflepuff dan Gryffindor untuknya karena ia sama sekali tidak memiliki preferensi pada waktu itu. Tapi sebuah trik tentu saja tidak memiliki presentase keberhasilan seratus persen.

“Pelajaran untukmu, tidak semua tips dan trik yang diberikan benar-benar ampuh,” tangan Seokjin mengacak surai adiknya, berusaha memberikan senyum lebar yang terlihat meyakinkan. “Tidak masalah, Tae. Kita akan baik-baik saja.”

Mungkin mereka jugalah saudara di kehidupan sebelumnya, karena Seokjin benar-benar tidak mengerti bagaimana Taehyung dapat membaca pikirannya, memahami isi hatinya layaknya ikatan batin saudara kembar. “Kau hanya mengatakannya untuk menghibur diri sendiri.”

Kenyataannya, Taehyung adalah sosok rumit yang kadang lupa umur dan bertindak kekanakkan seperti memperebutkan mainan dengan sepupu mereka yang berumur lima tahun, namun memiliki hati sekuat baja dan berprinsip lebih matang dari orang dewasa menjelang uzur.

“Aku tidak tahu, Taehyung-ah. Kurasa aku hanya khawatir, mengerti maksudku?” Seokjin menghela napas, meruntuhkan benteng bertajuk kakak dewasa yang dapat menghadapi segalanya dan merengkuh predikat hanya seorang anak berumur dua belas tahun. “Akhirnya kau berada di sini, kita tidak lagi terpisah tapi tetap terpisah. Aku bahkan tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya dengan kata-kata yang masuk akal.”

Taehyung memandangnya dengan tatapan hangat, meraih lengannya dan berkata, “Hyung, aku ada di sini.”

Kalimat itu terdengar tulus, namun juga tak bermakna. Tentu Taehyung ada di depan matanya sekarang. Tapi itu cukup. Entah mengapa, itu lebih dari cukup untuk membuatnya merasa tenang.

Mereka akan baik-baik saja.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s