Elapse [Chapter 3]

Seumur hidupnya, Seokjin tidak pernah memiliki satu prinsip khusus yang tidak dapat diganggu gugat. Apabila ia dikhianati oleh orang terdekatnya, ia cukup murah hati untuk memberi kesempatan kedua. Apabila hidupnya berubah menjadi neraka, ia akan mencoba untuk memaafkan siapapun yang menjadi penyebabnya. Jika Seokjin memiliki satu prinsip, maka prinsip itu adalah hidup dalam damai dan ketentraman.

Tapi ini—semua yang terjadi beberapa bulan belakangan, benar-benar jauh dari kata damai dan tentram. Tentu “hidup dalam damai dan ketentraman” bukanlah prinisipnya (Seokjin tidak pernah memiliki prinsip utama, ingat?), namun hidup dengan penuh kejutan dan perasaan-perasaan aneh yang tiba-tiba muncul ke permukaan juga bukanlah hal yang diharapkannya.

Continue reading?

Elapse [Chapter 2]

Min Yoongi terbangun dari tidurnya pada pukul enam pagi, terlalu dini untuk dirinya yang belum lama ini baru saja dijemput alam mimpi. Ia tidak benar-benar ingat kapan waktu pasti ketika ia jatuh terlelap; satu jam lalu? Setengah jam?

Di sebelahnya, sosok bersurai hitam yang kontras dengan warna rambutnya masih bergeming dengan gerakan napas teratur. Wajah tampan Seokjin menghadap ke arahnya, memperlihatkan raut tentram akan tidur yang terlampau nyenyak. Yoongi memerhatikan wajah itu dalam diam, menahan rasa ingin membelai kulit lembut yang terlihat begitu menggodanya.

Apakah ini sebuah kesalahan?

Continue reading?

Elapse [Chapter 1]

“Aku tidak akan menonton film roman picisan seperti itu, tidak akan.”

Hyung!”

“Bagaimana dengan Bingo?”

“Lagi?! Apa tidak ada permainan lain di dunia ini?”

Suasana keakraban kental dalam ruangan itu diselimuti oleh gerutuan dan gelak tawa. Kim Seokjin hanya dapat menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan kelakuan lima sahabat baiknya sejak masa perkuliahan beberapa tahun silam. Umur mereka bertambah tiap tahunnya, namun sifat kekanakkan yang sudah menempel ternyata sulit untuk benar-benar hilang.

Continue reading?

Pride and Heart [Chapter 2]

Hogwarts AU Series: Part 4

Terkadang, Jungkook merasa bahwa ia tidak berada di asrama yang tepat. Slytherin dan kesuramannya, ruang rekreasi yang meski elegan namun tampak seperti ruangan (atau penjara) bawah tanah, dan para anggota yang cenderung angkuh tidaklah cocok dengan semangat membara dalam dirinya. Dalam periode waktu tertentu, Slytherin sangatlah membosankan.

Mungkin mengunjungi Seokjin atau mendengar pernyataan ilmiah baru dari Namjoon di asrama Ravenclaw bisa menjadi solusi—tapi jika bertemu Seokjin berartikan bertemu dengan Taehyung maka Jungkook akan mundur dan pernyataan ilmiah Namjoon tak selalu menarik, jadi lupakan saja semua rencana itu.

Ia membaringkan tubuhnya pada salah satu sofa kosong di ruang rekreasi Slytherin, memastikan salah satu prefek asramanya tak berada di sekitar, lalu teringat pada Yoongi yang seharian ini belum ia dapati keberadaannya.

Continue reading?