One of These Magical Days – Drabble #3

Kim Ryeowook berdiri di depan pintu masuk asramanya, lalu melirik pintu dan sosok di sebelahnya bergantian. Merlin, tolong lindungi aku, batinnya menjerit putus asa. Ia benar-benar tidak ingin melakukan ini.

“Kau tahu apa yang akan kulakukan adalah tindakan kriminal, bukan?”

“Jangan berlebihan,” lelaki bersurai blond di sisinya tampak tak acuh. “Hanya karena basement Hufflepuff tidak pernah dimasuki oleh murid asrama lain selama setidaknya seribu tahun belakangan, bukan berarti apa yang kau lakukan adalah tindakan kriminal.”

Continue reading?

As If

Kereta terakhir berangkat tepat setengah jam lalu. Yesung seharusnya tak perlu merepotkan diri mengunjungi stasiun, namun dengan anggapan bisa saja kereta yang seharusnya ia naiki memiliki kendala di tengah jalan sehingga terlambat beroperasi—mustahil mengingat betapa sempurna dan tepat waktunya kereta didesain di negara ini—ia memilih untuk bertaruh.

Stasiun sangatlah sepi mengingat jam yang penunjukkan pukul setengah satu dini hari. Tidak ada penumpang yang berdiri di sepanjang peron, para petugas telah pulang untuk beristirahat, dan kemungkinan besar satpam berjaga memilih untuk tidur di dalam pos mereka. Yesung bukan merasa takut, namun ia merasa putus asa. Menaiki taksi tak pernah menjadi hal favoritnya.

Continue reading?

Person in the Lover

Pertama kali Donghae bertemu dengan sosok itu, ia tak tengah memegang kendali atas tubuhnya.

Atau, ya, ia masih memegang kendali atas tubuhnnya, namun kesadarannya melayang-layang. Donghae bahkan tak ingat apa yang ia lakukan, mereka lakukan, ataupun bagaimana ia berakhir berada di sebuah kamar hotel tak jauh dari klub malam favoritnya. Kepalanya terasa sakit luar biasa, bau khas seks memenuhi indra penciumannya. Ketika sepasang matanya cukup fokus untuk bekerja, ia mendapati beberapa potong pakaian bergelimpangan di atas lantai kamar.

Ia tak ingat apapun yang terjadi malam itu—memorinya menemukan titik buntu. Donghae yakin ia pasti mengunjungi klub langganan beberapa blok dari apartemennya kemarin malam, menegak beberapa gelas (atau botol) alkohol, lalu mungkin melakukan hal bodoh seperti menggoda seseorang dan mengajaknya menghabiskan malam bersama. Meski tak biasa melakukan hal demikian ketika dalam kondisi sadar, pengaruh alkohol memang sering membuatnya kelewatan batas.

Continue reading?

Let You Go

Soulmate AU Series: Part 2

Let You Go

.

.

Lee Sungmin bertemu dengan sosok itu ketika ia berumur delapan belas, di hari pertama resmi menjadi seorang mahasiswa di salah satu universitas terkemuka Seoul. Ia sedang mengitari halaman belakang universitas ketika melihat dua lelaki tengah berbincang, tampak serius dan tak ingin diganggu siapapun juga. Nalurinya memerintahkan untuk berputar, menghindari berjalan melewati dua orang itu karena tak ingin dianggap menguping atau sejenisnya, tapi Sungmin merasa ia tak perlu melakukannya jika benar tak berniat demikian.

“Seunghyun-ah,” suara bariton itu menggelitik telinga Sungmin yang memutuskan untuk melangkah. “Aku tidak bisa. Maksudku, aku menghargai tawaranmu, tapi—”

Ini tidak baik. Sungmin mulai merasa ia melanggar pernyataan yang belum dua menit ia deklarasikan di dalam hati. Ia tidak berniat untuk menguping, tapi perbincangan itu terdengar begitu saja seiring dengan langkahnya yang semakin kecil. Halaman belakang ini begitu sepi dan hanya dihuni oleh beberapa orang yang dapat dihitung menggunakan jari, entah mengapa menyebabkan Sungmin canggung sendiri.

Continue reading?